
JUMLAH hasil tes skrining kanker serviks yang menunjukkan adanya prakanker di Amerika Serikat menurun drastis berkat adopsi luas vaksin human papillomavirus (HPV), yang mencegah penyebab utama kanker serviks.
Kanker serviks berkembang pada sel-sel leher rahim, yang menghubungkan rahim dengan vagina. Setiap tahunnya, sekitar 11.500 orang didiagnosis menderita kanker serviks di AS, dan 4.000 orang meninggal akibat penyakit ini.
Hampir semua kasus kanker serviks, lebih dari 90%, disebabkan infeksi HPV berisiko tinggi, virus yang dapat menyebar melalui kontak seksual. Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja yang memiliki leher rahim di segala usia, tetapi paling sering didiagnosis pada kelompok usia 35 hingga 44 tahun.
Vaksin HPV pertama kali disetujui penggunaannya di AS tahun 2006 dan melindungi dari infeksi HPV yang menjadi penyebab utama kanker serviks. Sejak diperkenalkan, tingkat vaksinasi HPV di negara tersebut terus meningkat, mencapai 76,8% dari populasi yang memenuhi syarat tahun 2023.
Kini, berdasarkan analisis terbaru terhadap data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tingkat lesi prakanker yang terdeteksi dalam skrining kanker serviks telah menurun sekitar 80% sejak 2008.
Tujuan dari skrining kanker serviks, termasuk tes Pap smear, adalah untuk mendeteksi lesi prakanker, yaitu kelompok sel di leher rahim yang berpotensi menjadi kanker. Jika berhasil, skrining dapat menemukan sel-sel ini bertahun-tahun sebelum berubah menjadi tumor, sehingga lebih mudah diobati. Pada tahap awal ini, pengobatan dapat berupa operasi laser atau krioterapi.
Untuk menganalisis hasil skrining kanker serviks dari waktu ke waktu, analisis yang diterbitkan pada 27 Februari dalam Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) dari CDC ini mengamati klaim asuransi publik dan swasta serta data survei. Fokus utama penelitian ini adalah wanita usia 20 hingga 24 tahun, serta perempuan usia 25 hingga 29 tahun, yang memiliki tingkat vaksinasi lebih rendah.
CDC merekomendasikan vaksin HPV untuk semua anak usia 11 hingga 12 tahun. Namun, vaksinasi dapat dimulai sejak usia 9 tahun, serta dilakukan pada usia yang lebih tua bagi mereka yang belum divaksinasi saat masih anak-anak. Biasanya, seseorang menerima dua atau tiga dosis vaksin, dengan jeda waktu satu hingga 12 bulan di antara setiap dosisnya.
Sementara itu, American Cancer Society merekomendasikan agar skrining kanker serviks dimulai pada usia 25 tahun.
Laporan terbaru dari MMWR menunjukkan bahwa upaya vaksinasi HPV telah berhasil menurunkan angka prakanker. Prakanker sendiri terdiri dari beberapa tingkat keparahan, termasuk sedang dan berat, di mana yang terakhir lebih berisiko berkembang menjadi kanker. Tingkat kedua jenis prakanker ini mengalami penurunan sepanjang periode studi.
Secara spesifik, insiden prakanker tingkat sedang menurun 79% pada perempuan usia 20 - 24 tahun, sementara lesi yang lebih serius menurun 80% pada periode yang sama. Tingkat lesi berat juga turun 37% pada perempuan usia 25 hingga 29 tahun.
"Laporan yang diterbitkan dalam MMWR ini menambah bukti tentang efektivitas vaksin HPV dalam mencegah prakanker serviks," kata Heather Brandt, direktur Program Pencegahan Kanker HPV di St. Jude Children's Research Hospital, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Laporan ini tidak secara langsung mengukur apakah vaksinasi HPV menjadi penyebab penurunan lesi prakanker. Namun, berbagai penelitian lain telah menunjukkan vaksin ini secara signifikan menekan angka kanker serviks.
Laporan tersebut menegaskan pentingnya mendapatkan setidaknya satu dosis vaksin HPV sebelum usia 15 tahun, kata Dr. Diane Harper, dokter keluarga dan pakar penelitian klinis penyakit terkait HPV yang juga tidak terlibat dalam penelitian ini.
Harper berharap dalam waktu dekat, anak-anak berusia 4 - 6 tahun dapat menerima vaksin HPV bersamaan dengan dosis kedua vaksin campak, gondongan, dan rubella (MMR). Menurutnya, hal ini akan menyederhanakan proses vaksinasi dan mendorong lebih banyak orang untuk menerima vaksin HPV. (Live Science/Z-2)