Prabowo Hapus Outsourcing Apa Realistis? Ini Tanggapan Pengamat

14 hours ago 7
Prabowo Hapus Outsourcing? Apa Realistis? Ini Tanggapan Pengamat Presiden Prabowo Subianto dalam Peringatan Hari Buruh Internasional(Antara Foto)

KOORDINATOR Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch Timbul Siregar berpendapat langkah strategis dalam menangani persoalan alih daya atau outsourcing bukan menghapus sistem. Melainkan, kata dia membatasi penerapannya.Itu disampaikan merespons rencana Presiden Prabowo Subianto yang berencana menghapus outsourcing.

Menurutnya, pembatasan terhadap sistem outsourcing harus sesuai dengan ketentuan yang pernah diberlakukan, yaitu hanya memperbolehkan untuk lima jenis pekerjaan tertentu. Di luar itu, penggunaan sistem outsourcing seharusnya tidak diperbolehkan. 

Ketentuan ini sempat tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 19 Tahun 2012, yang mengatur bahwa hanya lima jenis pekerjaan yang dapat dilakukan outsourcing. Yakni, satuan pengamanan (security), pertambangan, sopir, katering dan petugas kebersihan. 

Namun, aturan itu dicabut dan digantikan dengan Permenaker No. 23 Tahun 2021 sebagai penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan demikian, pembatasan lima jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan tersebut tidak lagi berlaku.

"Outsourcing tidak boleh untuk seluruh sektor usahanya. Yang paling strategis itu bagaimana memastikan sistem kerja outsourcing dibatasi jenis pekerjaannya," ungkap Timbul kepada Media Indonesia, Jumat (2/5).

Timbul kemudian mendorong pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

PP ini dinilai memberikan ruang bagi banyak perusahaan untuk menghindari kewajiban memberi hak-hak pekerja secara penuh, seperti jaminan sosial, kepastian status kerja, dan pesangon. Akibatnya, banyak pekerja outsourcing mengalami ketidakpastian, gaji rendah, dan sulit memperjuangkan hak mereka karena hubungan kerjanya tidak langsung dengan perusahaan utama.

"PP No.35/2021 perlu segera direvisi. Implementasinya masih lemah, terutama dari sisi perlindungan pekerja," tegas Timbul. 

Dia kemudian mengkritik Kementerian Ketenagakerjaan yang dianggap tidak serius dan abai terhadap perlindungan buruh outsourcing selama ini.

Timbul mencontohkan terdapat kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 136 pekerja bagian teknologi informasi (IT) di sebuah perusahaan asuransi. Para pekerja tersebut kemudian dipekerjakan kembali oleh perusahaan outsourcing, tetapi status mereka bukan lagi karyawan asuransi. Padahal, mereka masih mengerjakan pekerjaan yang sama, seperti menangani data publik dan data masyarakat yang bersifat sensitif dan rawan penyalahgunaan. 

"Posisi mereka rentan terhadap pemutusan hubungan kerja sewaktu-waktu sehingga sangat rentan data-data nasabah untuk dicuri, untuk disalahgunakan," ucapnya. 

Timbul pun mendesak agar PP No.35/2021 direvisi dalam membatasi praktik outsourcing, terutama pada pekerjaan-pekerjaan inti, serta memperkuat mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |