
JELANG Idul adha 1446 Hijriah, masyarakat diimbau mewaspadai peredaran sapi pemakan sampah, karena berbahaya bagi kesehatan.
kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP43) Kota Tasikmalaya, Cecep Kustiawan mengatakan, sapi pemakan sampah berisiko tinggi mengandung logam berat seperti timbal jika dagingnya dikonsumsi manusia.
"Sapi pemakan sampah mengandung logam berat dalam daging sapi dan dapat memicu keracunan pada manusia, karena terdapat kandungan berbahaya yang bisa terserap ke dalam otot. Kandungan itu ada pada paha dan dada sapi, bagian yang paling sering dikonsumsi," ujarnya, Kamis (29/5).
Di Kota Tasikmalaya, tambahnya, ada puluhan sapi yang hidup di sekitar tempat pembuangan sampah. Meski sempat dikarantina, tapi residu logam dalam tubuh sapi-sapi itu tetap sulit dihilangkan.
Namun, sapi pemakan sampah di TPA Ciangir tetap dikarantina dalam jangka waktu minimal 1 bulan hingga maksimal 3 bulan dengan pola makan dan perawatan kesehatan yang layak.
Dia mengakui jelang Idul Adha sulit bagi masyarakat untuk membedakan secara fisik antara sapi sehat dengan sapi yang terbiasa makan sampah. Meski secara kasat mata sulit dibedakan tapi saat dagingnya dibedah, bisa ditemukan kandungan timbal dan E coli dalam jumlah tinggi.
"Untuk mengantisipasi penyebaran sapi sampah jelang kurban, kami beberapa kali mengimbau pemilik ternak di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir, Kecamatan Tamansari, agar tidak menjual sapi sebelum melalui proses karantina. Saya juga mengimbau agar masyarakat tidak memelihara sapi di area pembuangan sampah karena tidak higienis dan sapi juga sangat tidak layak untuk dikonsumsi," ujarnya.
Sementara itu, pemilik sapi yang hidup di sekitar TPA Ciangir, Herman, 62, mengatakan, jelang Idul Adha dia beberapa kali didatangi pembeli. Sudah ada 3 sapinya yang terjual dengan harga Rp20 juta per ekor.
"Pemerintah daerah memang telah memberikan peringatan. Tapi, kami tetap menjualnya karena ada peningkatan permintaan," tandasnya.