Jatam: Pengecualian dalam Penutupan Tambang Nikel Raja Ampat Menyesatkan

1 day ago 7
 Pengecualian dalam Penutupan Tambang Nikel Raja Ampat Menyesatkan Koordinator Jatam Melky Nahar.(Dok. MI/Moh Irfan)

JARINGAN Advokasi Tambang (Jatam) menyebut langkah pencabutan izin empat perusahaan tambang nikel Raja Ampat dibayangi konflik kepentingan dan perlindungan terhadap kepentingan korporasi besar. Pasalnya salah satu perusahaan dibiarkan tetap beroperasi yakni PT Gag Nikel. Perusahaan tambang nikel itu secara terang-terangan beroperasi di Pulau Gag, sebuah pulau kecil dalam wilayah konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Padahal, menurut UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, aktivitas tambang dilarang di pulau kecil karena mengancam ekosistem dan kehidupan masyarakat pesisir.

"Namun larangan hukum itu diinjak-injak oleh rezim hari ini. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berdalih bahwa izin PT Gag Nikel tak dicabut karena perusahaan itu adalah pemegang kontrak karya dan mayoritas sahamnya dimiliki BUMN (PT Antam). Ia bahkan menyebut tambang di Pulau Gag berjalan baik dan sesuai AMDAL," kata Koordinator Jatam Melky Nahar dalam keterangan yang diterima, Selasa (10/6).

Jatam menilai alasan itu menyesatkan. Melky menjelaskan, kontrak karya bukan tameng hukum untuk menghancurkan pulau kecil dan ruang hidup masyarakat adat. "Bahkan jika itu BUMN, tetap tak bisa membenarkan perampasan wilayah adat dan perusakan ekosistem Raja Ampat yang menjadi warisan dunia," ujarnya.

Langkah pemerintah yang membiarkan PT Gag Nikel beroperasi justru menunjukkan konflik kepentingan yang mencolok dalam tubuh perusahaan itu.

Jatam menyebut dalam struktur komisaris perusahaan terdapat nama-nama yang diduga dekat dengan kekuasaan, termasuk Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi, Staf Ahli Menteri ESDM Lana Saria.

"Dengan tokoh-tokoh itu duduk sebagai pengawas perusahaan, publik berhak mencurigai bahwa PT Gag Nikel kebal hukum bukan karena legalitasnya kuat, tapi karena dilindungi jejaring kekuasaan politik dan ormas besar," ungkapnya.

Jatam menilai tindakan Menteri Bahlil dan pembiaran oleh Presiden Prabowo Subianto terhadap operasi tambang di Pulau Gag adalah pelanggaran terhadap UU Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Termasuk Putusan MK RI Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang menolak gugatan PT Gema Kreasi Perdana (anak perusahaan HARITA) untuk menghapus ketentuan pasal 35 huruf K yang melarang kegiatan penambangan di Pulau Kecil dan telah dimenangkan warga Pulau kecil Wawonii.

Lebih jauh, hal itu juga melanggar ketentuan UU Minerba No 3 Tahun 2020, terutama Pasal 134 ayat (2) yang menyatakan, "Kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya.

"Jika Prabowo dan Bahlil terus memfasilitasi perusakan pulau kecil, melindungi korporasi perusak lingkungan, dan menjadikan tambang sebagai alat eksploitasi politik, maka mereka sedang mempersiapkan kehancuran Indonesia dari pinggir, dimulai dari Raja Ampat," pungkasnya. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |