
IRAN mengancam akan menargetkan pangkalan militer AS di wilayah tersebut jika konflik pecah. Presiden Donald Trump mengatakan dia kurang yakin tentang tercapainya kesepakatan nuklir.
Teheran dan Washington telah mengadakan lima putaran pembicaraan sejak April untuk menyelesaikan kesepakatan nuklir baru untuk menggantikan kesepakatan 2015 yang ditinggalkan Trump selama masa jabatan pertamanya pada 2018. Sejak kembali menjabat pada Januari, Trump menghidupkan kembali kebijakan tekanan maksimum terhadap Teheran, mendukung diplomasi nuklir tetapi memperingatkan tindakan militer jika gagal.
"Semua pangkalannya berada dalam jangkauan kami. Kami memiliki akses ke sana dan tanpa ragu kami akan menargetkan semuanya di negara tuan rumah," kata Menteri Pertahanan Iran Aziz Nasirzadeh dalam menanggapi ancaman AS untuk melakukan tindakan militer jika pembicaraan gagal.
"Insya Allah, hal-hal tidak akan mencapai titik itu dan pembicaraan akan berhasil," kata menteri itu. Ia menambahkan bahwa pihak AS akan menderita lebih banyak kerugian jika terjadi konflik.
Amerika Serikat memiliki beberapa pangkalan di Timur Tengah. Pangkalan terbesarnya berada di Qatar.
Iran dan Amerika Serikat baru-baru ini terlibat dalam kebuntuan diplomatik atas pengayaan uranium Iran. Teheran membelanya sebagai hak yang tidak dapat dinegosiasikan dan Washington menyebutnya sebagai garis merah.
Trump sebelumnya menyatakan optimisme tentang perundingan tersebut. Ia mengatakan selama tur Teluk bulan lalu bahwa Washington hampir mengamankan kesepakatan.
Namun dalam wawancara yang diterbitkan pada Rabu (11/6), Trump mengatakan bahwa ia kurang yakin Amerika Serikat dan Iran dapat mencapai kesepakatan sebagai tanggapan atas pertanyaan apakah ia yakin dapat menghentikan Teheran dari memperkaya uranium.
Memalukan
Iran saat ini memperkaya uranium hingga 60 persen, jauh di atas batas 3,67 persen yang ditetapkan dalam kesepakatan 2015 dan mendekati meskipun masih kurang dari 90 persen yang dibutuhkan untuk hulu ledak nuklir. Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan sekutunya Israel, telah lama menuduh Iran berusaha memperoleh senjata atom, sementara Teheran bersikeras program nuklirnya bertujuan damai.
Minggu lalu, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan pengayaan adalah kunci bagi program nuklir Iran dan Washington tidak dapat memberikan pendapat tentang masalah tersebut. Selama wawancara dengan podcast New York Post, Pod Force One, yang direkam pada Senin (9/6), Trump mengatakan ia kehilangan harapan bahwa kesepakatan dapat dicapai.
"Saya tidak tahu. Saya pikir begitu dan saya semakin tidak yakin tentang hal itu. Mereka tampaknya menunda dan saya pikir itu memalukan. Saya kurang yakin sekarang dibandingkan beberapa bulan yang lalu," katanya. "Sesuatu terjadi pada mereka tetapi saya kurang yakin kesepakatan akan tercapai. Mungkin mereka tidak ingin membuat kesepakatan, apa yang bisa saya katakan? Dan mungkin mereka ingin. Tidak ada yang final."
Trump menegaskan bahwa Washington tidak akan mengizinkan Teheran memperoleh senjata nuklir. Ia mengatakan, "Akan lebih baik melakukannya tanpa peperangan, tanpa orang-orang yang meninggal." Pada 31 Mei, setelah putaran perundingan kelima, Iran mengatakan telah menerima unsur-unsur dari proposal AS untuk kesepakatan nuklir dengan Araghchi kemudian mengatakan teks tersebut mengandung ambiguitas.
Iran mengatakan akan mengajukan proposal balasan terhadap rancangan terbaru dari Washington yang dikritik karena gagal menawarkan keringanan sanksi sebagai tuntutan utama Teheran. Maklum, Iran terhuyung-huyung karena sanksi selama bertahun-tahun.
Pada Senin, pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa memulai pertemuan Dewan Gubernur di Wina yang akan berlangsung hingga Jumat untuk membahas aktivitas atom Iran dan isu-isu lain. Pertemuan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyusul laporan yang dikeluarkan olehnya yang mengkritik kerja sama yang kurang memuaskan dari Teheran, khususnya dalam menjelaskan kasus-kasus masa lalu tentang bahan nuklir yang ditemukan di lokasi-lokasi yang tidak dideklarasikan.
Iran mengkritik laporan IAEA sebagai tidak berimbang. Katanya, laporan tersebut mengandalkan dokumen-dokumen palsu yang diberikan oleh musuh bebuyutannya, Israel. (AFP/I-2)