
DOKTER Spesialis Hematologi Onkologi Prof Ikhwan Rinaldi menyebutkan beberapa gejala yang patut diwaspadai dan diketahui termasuk tata penanganannya pada pasien kanker empedu.
"Penting untuk dipahami bahwa memiliki satu atau lebih faktor risiko bukan berarti pasti terkena kanker, namun kewaspadaan dan pemeriksaan rutin sangat disarankan," kata Ikhwan, Selasa (8/7).
Ikhwan mengatakan gejala awal kanker empedu kerap disalahartikan atau tidak disadari. Gejala tersebut meliputi nyeri di perut kanan atas, penyakit kuning, urine gelap, tinja pucat, mual, penurunan berat badan tanpa sebab hingga gatal-gatal.
Pada tahap awal penyakit, ia mengatakan pasien pada umumnya tidak merasakan nyeri, tetapi seiring bertambahnya besar tumor rasa tersebut perlahan mulai muncul.
Pasien dengan kanker kandung empedu biasanya datang dengan keluhan nyeri perut di bagian kanan atas. Rasa nyeri itu muncul akibat adanya benjolan tumor yang disebabkan oleh adanya peregangan pada syaraf-syaraf yang ada di sekitarnya.
Jika kondisi ini berlanjut, penderitanya akan mengalami Jaundice atau Ikterus yakni perubahan warna kuning pada kulit atau mata. Kondisi ini terjadi ketika hati tidak dapat mengeluarkan empedu akibat adanya sumbatan pada saluran empedu.
Ketika saluran tersumbat, dokter lulusan Universitas Indonesia itu menyebut bilirubin akan menumpuk di aliran darah dan mengendap di berbagai bagian tubuh.
"Makin besar, dia menutup saluran perut nanti jadinya kena kuning, karena dia makin kuning makin tinggi pula kadar kuningnya, dan penyakit
kuning itu nantinya yang membuat badan jadi gatal-gatal," kata dia.
Lebih lanjut saluran yang tertutup juga akan menyebabkan infeksi, sehingga penderita akan mengalami demam, rasa gatal sampai dengan penurunan nafsu makan karena Ikterus dapat mengganggu penyerapan lemak dari makanan dan memengaruhi berat badan.
Hal lain yang ia tekankan yakni stadium awal dari kanker saluran empedu umumnya tidak menimbulkan gejala, dan sebagian besar gejala baru muncul ketika kanker sudah berada pada tahap lanjut.
Terkait dengan tata laksananya, Ikhwan menjelaskan prosesnya sangat kompleks dan memerlukan keterlibatan tim multidisiplin (MDT) yang dapat berbeda-beda tergantung pada stadium penyakit, tingkat keparahan, serta modalitas pengobatan.
Idealnya, tim akan melibatkan pendekatan multidisiplin dari hepatolog, onkolog, ahli bedah, patolog, hingga nurse navigator untuk memastikan pasien mendapatkan terapi yang menyeluruh dan terkoordinasi.
"Tenaga kesehatan dalam tim multidisiplin terlibat dalam rujukan, diagnosis, penanganan bedah dan pemberian obat-obatan, manajemen pasca
pemberian terapi, serta uji klinis untuk pendekatan terapi baru," kata Profesor Ilmu Epidemiologi UI itu.
Sementara pemeriksaannya seperti USG, CT scan, MRI, dan tes fungsi hati dapat membantu mendeteksi secara akurat sebelum kanker berkembang lebih jauh.
Ikhwan melanjutkan terapi kanker kini telah memasuki era inovasi. Di Indonesia, pengobatan berbasis kombinasi imunoterapi dengan kemoterapi telah tersedia dan menunjukkan hasil menjanjikan.
Kombinasi ini memperkuat sistem imun sekaligus menyerang sel kanker secara langsung, membuka harapan baru bagi pasien stadium lanjut dalam meningkatkan kelangsungan hidup pasien. (Ant/Z-1)