Imparsial Sebut Pembahasan RUU TNI di Komisi I Terburu-buru

2 days ago 6
Imparsial Sebut Pembahasan RUU TNI di Komisi I Terburu-buru ilustrasi(Dok.Antara)

KOALISI masyarakat sipil menyoroti agenda rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menteri Hukum, Menteri Keuangan, Menteri Pertahanan dan Menteri Sekretariat Negara terkait pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang digelar hari ini, Selasa (11/3). Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, pembahasan tersebut terburu-buru.

Pasalnya, DPR dan pemerintah sampai saat ini tidak pernah memublikasi naskah akademik maupun draft RUU perubahan terhadap UU TNI. Terlebih, rencana revisi ini menuai kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat sipil yang menilai terdapat sejumlah usulan yang bermasalah, khususnya terkait pengembalian dwifungsi TNI dalam pemerintahan.

"Rapat ini terkesan dipercepat atau terburu-buru guna meloloskan rancangan revisi terhadap UU TNI," kata Ardi lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia.

Bagi Imparsial, substansi RUU TNI yang dilakukan saat ini bertentangan dengan semangat reformasi. Salah satunya adalah perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Berdasarkan draf revisi, perubahan pada Pasal 47 ayat (2) UU TNI mencantumkan frasa baru, yaitu "serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden."

Ardi berpendapat, konstruksi beleid baru tersebut memungkinkan prajurit TNI aktif mengisi jabatan di luar dari 10 kementerian atau lembaga yang telah ditentukan oleh UU TNI berdasarkan kebijakan Presiden. 

"Perubahan ini dinilai berbahaya karena berpotensi memperbesar peran militer di ranah sipil, melemahkan profesionalisme TNI dan supremasi sipil, dan membuka jalan bagi dominasi TNI dalam birokrasi pemerintahan," terangnya.

Perluasan peran TNI di ranah sipil, sambung Ardi, melanggar semangat reformasi yang mengamanatkan penghapusan dwifungsi TNI serta mendudukkan lagi TNI sebagai alat pertahanan negara yang mengedepankan prinsip distingsi sipil dan militer. Menurutnya, pengabaian terhadap prinsip distingsi sipil dan militer berpotensi menimbulkan berbagai macam pelanggaran HAM seperti saat era Orde Baru. 

"Berdasarkan data yang diperoleh Imparsial pada tahun 2023, terdapat 2.569 prajurit TNI aktif yang telah menduduki jabatan sipil. Jika aturan ini dilonggarkan, maka jumlah itu berpotensi naik secara signifikan," urai Ardi. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |