
DIREKTUR Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai kesepakatan ekspor listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) ke Singapura sebagai langkah strategis dan saling menguntungkan, khususnya bagi Indonesia.
Menurutnya, kerja sama ini akan mendorong peningkatan permintaan terhadap teknologi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan sistem penyimpanan energi baterai (battery energy storage system/BESS).
"Hal ini berpotensi menarik investasi besar di sektor EBT," ujar Fabby kepada Media Indonesia, Jumat (13/6).
Lebih lanjut, dia juga berpandangan Indonesia juga akan memperoleh manfaat ekonomi berupa devisa dan pendapatan pajak dari operasional PLTS dan BESS yang terlibat dalam ekspor hijau tersebut. Namun demikian, Fabby menekankan kesepakatan ini masih dalam tahap awal dan belum memiliki rincian teknis yang lengkap.
Dalam 12 bulan ke depan, pemerintah bersama kelompok kerja (pokja) bilateral akan melakukan kajian lanjutan. Fabby mengingatkan agar selama masa ini, Indonesia benar-benar memastikan bahwa kepentingan nasional mendapatkan porsi yang adil dan proporsional dalam kerja sama tersebut.
Ia juga menyoroti pentingnya kesiapan pemerintah dalam hal perizinan, tata kelola sosial dan lingkungan, serta pembangunan infrastruktur pendukung. Semua aspek tersebut harus dapat diselesaikan tepat waktu untuk memenuhi tenggat yang ditetapkan oleh Energy Market Authority (EMA) Singapura.
Salah satu ketentuan penting dalam perizinan ekspor adalah kewajiban penggunaan modul surya dan baterai yang diproduksi di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk mengupayakan percepatan pembangunan pabrik-pabrik produksi modul surya dan baterai dalam negeri serta memfasilitasi masuknya investasi di sektor ini.
Banyak tantangan
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti berpendapat ekspor ke Singapura memiliki tantangan karena negara tersebut memiliki standar ketat terkait jejak karbon (carbon footprint).
"Ini khususnya untuk berbagai produk ekspor dan aktivitas industrinya," ucapnya.
Kendati demikian, untuk memenuhi standar tersebut, Singapura membutuhkan pasokan energi yang bersih dan rendah emisi, sehingga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengekspor listrik dari sumber terbarukan seperti PLTS.
Ia menilai kesepakatan ekspor listrik hijau sebagai langkah awal dan bisa menjadi proyek percontohan (pilot project) dalam pengembangan dan pengelolaan energi terbarukan di Indonesia.
Yayan mengingatkan keberhasilan proyek di wilayah Kepulauan Riau dan sekitarnya harus diikuti dengan replikasi ke daerah lain. Hal ini agar tercipta sistem energi terbarukan yang berkelanjutan secara nasional.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan kerja sama ekspor listrik ini termasuk dalam tiga proyek utama yang telah dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Singapura. Total nilai investasi proyek ini diperkirakan melebihi US$10 miliar atau setara Rp163,13 triliun.
Ekspor listrik ke Singapura akan bersumber dari PLTS dengan target kapasitas mencapai 3,4 gigawatt (GW) hingga tahun 2035. Untuk mendukung target tersebut, Indonesia akan membangun infrastruktur energi besar, termasuk fasilitas produksi panel surya berkapasitas 18,7 gigawatt peak (GWp) serta sistem penyimpanan baterai sebesar 35,7 gigawatt hour (GWh). (Ins/E-1)