
DAMPAK efisiensi anggaran membuat hotel-hotel di Jawa Tengah nyaris gulung tikar. Sejak empat bulan terakhir okupansi anjlok di angka 20%, sehingga sulit untuk membiayai operasional hotel dan lumpuh jika tidak segera mendapatkan jalan keluar (opsi) yang tepat.
Pemantauan Media Indonesia Jumat (16/5) hotel-hotel di kawasan wisata Bandungan, Kabupaten Semarang sepi pengunjung. Pada weekend biasanya hotel terisi 50-70%, bahkan pada hari raya okupansi dapat mencapai 90% dari jumlah kamar tersedia. Namun sejak empat bulan terakhir tidak pernah dapat mencapai 30%. "Tidak ada tamu, bahkan liburan Waisak kemarin hanya 20% terisi," ujar Bambang,50, pemilik hotel di Bandungan Semarang.
Hal serupa juga diungkapkan Wahyudin,45, pengelola hotel bintang 3 di Bandungan, Kabupaten Semarang. Dia mengatakan sejak adanya efisiensi anggaran pendapatan merosot karena sepinya tamu. Pada Hari Raya Idul Fitri yang biasanya mencapai 70-90% terisi, hanya terisi 40-50%. Bahkan terus turun hingga sekarang termasuk kegiatan wisata.
"Sudah tidak ada lagi Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE) lagi yang berasal dari belanja pemerintah sejak adanya efisiensi. Padahal tahun-tahun sebelumnya pada bulan Maret-April juga ramai," kata Anjas, pengelola hotel di Kota Semarang.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah Heru Isnawan membenarkan kondisi ini sejak adanya efisiensi anggaran pemerintah, okupansi hotel merosot menjadi 20% merupakan pukulan berat bagi pengusaha bidang perhotelan ini, sehingga banyak pengusaha hotel yang menghentikan operasional atau melakukan penataan ulang.
Okupansi hanya tersisa 20%, ungkap Heru Isnawan, membuat hotel tidak dapat beroperasi, karena idealnya hotel dapat berjalan dengan okupansi minimal 50%. Akibatnya, banyak hotel di Jawa Tengah terancam gulung tikar karena kondisi ini. Bahkan sepanjang tahun ini nyaris tidak ada kegiatan menggunakan sarana hotel.
"Upaya dapat dilakukan sejumlah hotel adalah mengurangi karyawan dan tidak dapat menghindari melalkukan PHK, meskipun sejumlah manajemen hotel berupaya untuk bertahan dengan hanya memberikan cuti di luar tanggungan perusahaan," kata Heru Isnawan.
Pekerja kontrak
Meskipun belum terlihat PHK secara masif, menurut Heru Isnawan, langkah diambil adalah dengan menggunakan tenaga harian lepas, yakni saat ada tamu atau kegiatan mengundang tenaga kerja, namun saat kondisi hotel sepi maka tidak ada maka akan mengurangi tenaga kerja harian tersebut. "Sebagian lainnya memutuskan tidak memperpanjang tenaga kerja kontrak," imbuhnya.
Mengenai tamu hotel swasta, demikian Heru Isnawan, tidak terlalu signifikan meskipun masih tetap berjalan. Namun kondisinya cukup berat jika tidak ada event-event tertentu yang dapat menarik pengunjung. Dia berharap kondisi ini semoga segera membaik hingga usaha hotel dan restaurant di Jawa Tengah dapat kembali hidup. (E-2)