Dosen IPB University: Pentingnya Pahami Zakat dan Tidak Disamakan dengan Sistem Bisnis Berbasis Keuntungan

18 hours ago 2
 Pentingnya Pahami Zakat dan Tidak Disamakan dengan Sistem Bisnis Berbasis Keuntungan Irfan Syauqi Beik(Dok IPB University)

DEKAN Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University, Dr. Irfan Syauqi Beik, menegaskan,  pentingnya memahami karakteristik zakat dan tidak menyamakan pengelolaannya dengan sistem bisnis berbasis keuntungan.

“Zakat memiliki dimensi spiritual, sosial ekonomi, dan politik. Maka sistem zakat tidak bisa dipaksakan tunduk pada logika bisnis yang profit-oriented, karena hakikatnya adalah maslahat-oriented, bahkan zero profit,” ungkapnya saat memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi, baru-baru ini. 

Irfan menekankan, perlunya kehati-hatian dalam mengadopsi pendekatan komersial dalam pengelolaan zakat agar tidak kehilangan ruh dan esensi dasarnya.  Menurutnya, zakat bukanlah instrumen pasar bebas yang tunduk pada mekanisme kompetisi atau efisiensi seperti dalam dunia usaha.

"Oleh karena itu, menurut saya, dalam konteks zakat, kita harus kembali ke prinsip-prinsip sistem zakat yang utuh. Seperti filosofi satu tubuh, di mana negara dan masyarakat berperan bersama," ucapnya.

Ia juga menyoroti pentingnya membangun integrasi ekosistem zakat yang melibatkan Banzas dan berbagai lembaga zakat lainnya secara selaras. Komunikasi dan kesepahaman harus terus dibangun berdasarkan filosofi yang kuat, bukan sekadar mengadopsi istilah keren seperti “filantropi,” yang dalam esensinya tidak sesuai dengan basis hukum zakat.

"Pengelolaan zakat bukanlah ranah untuk merger, akuisisi, atau kompetisi efisiensi seperti dalam dunia bisnis. Karena itu, saya sering berbeda pandangan dengan mereka yang mengkategorikan zakat sebagai bagian dari filantropi. Filantropi berbasis pada kedermawanan, sedangkan zakat bersifat wajib, atau dalam istilah lain, pemaksaan hukum agama," ujar Irfan.

Karena itu, lanjut Irfan, sistem zakat harus dibangun dengan logika tersendiri yang terpisah dari pendekatan keuangan komersial. Ia menolak anggapan bahwa zakat bisa dikelola seperti sektor usaha yang saling bersaing dengan regulator sebagai wasit.

"Maka, logika yang lebih tepat untuk menggambarkan sistem zakat adalah seperti tim nasional: satu kesebelasan, dengan kapten dan peran yang terkoordinasi. Negara sebagai kapten, masyarakat diakomodasi sebagai bagian dari tim," ucapnya.

Dengan demikian, menurut dia, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi model ideal dalam pengelolaan zakat. Hal ini karena tidak banyak negara yang mampu menyelaraskan peran negara dan masyarakat dalam satu sistem zakat yang terpadu.

"Yang kita perlukan adalah membangun lembaga yang mampu mengintegrasikan kedua peran ini, bukan bersaing tetapi bersinergi," pungkasnya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |