
PULUHAN siswa kelas 4, 5 dan 6 di SD Negeri Bangunsari, Dusun Kubangpari, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, melakukan panen raya padi organik. Panen raya di lahan seluas 24 hektare milik Kelompok Tani Parikesit tersebut ditujukan untuk memperkenalkan pangan kepada anak-anak dan diharapkan dapat meningkatkan swasembada pangan dan kesejahteraan masyarakat.
Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bidang Budi Pekerti, Pujiati, mengatakan mata pelajaran di sekolah tak hanya belajar tapi anak usia dini juga diperkenalkan supaya mereka di masa depan mereka hidup mandiri dan menjadi petani handal, terutama dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Karena, orangtua mereka sebagian besar petani dan setiap hari memenuhi kebutuhan keluarga.
"Saya selalu memperkenalkan anak didik di usia dini supaya mereka bisa hidup mandiri ketika beranjak dewasa seperti dilakukan oleh orang tuanya mulai belajar bertanam, bertani, menyemai, menanam, dan panen. Karena, mereka harus tahu terutama beras darimana? dan jangan hanya bisa makan," katanya, Senin (28/4).
Sementara itu, Marketing dan Urusan Eksternal Kelompok Tani Parikesit, Dusun Kubangsari, Sohidin Heryanto, mengatakan panen raya padi organik memang dilakukan setiap masa tanam, mulai dari pengolahan lahan, tanam, pemupukan, dan panen raya selalu melibatkan anak sekolah tujuannya agar mereka bisa mandiri. Karena, memang sekarang petani muda jarang sekali turun ke lapangan mengingat untuk sekarang regenerasi petani sangat sulit.
"Kami dari Poktan Parikesit memiliki area persawahan seluas 54 hektare, namun baru 24 hektare sudah padi organik. Ke depan semua lahan yang dikelolanya bisa beralih ke organik termasuk akan menguntungkan bagi petani dan juga menyelamatkan bumi. Namun, memakai pupuk organik tentunya akan menekan biaya produksi karena hasil produksi 1 hektare menghabiskan Rp10 juta, biaya produksi Rp15 juta secara konvensial," katanya.
Ia mengatakan, dalam mengajak petani untuk beralih dari konvensional ke organik tidak mudah dan semua butuh waktu untuk terus berproses, karena nilai ekonomi memiliki pendapatan lebih bagi para petani dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Namun, selama ini petani yang sudah terbiasa dengan sesuatu instan dan tidak mau repot dalam produksi hingga hasilnya lebih menekan biaya.
"Pada masa panen raya padi harga gabah kering giling (GKG) bisa dihargai Rp8.500 per kilogram dan untuk beras sendiri harga bisa lebih tinggi Rp200 ribu per kuintal atau Rp20 ribu per kilogram. Pengolahan beras organik yang dilakukan selama ini memang dipasarkan dan dijual ke Dinas Pertanian Ciamis, Jakarta, Bandung, Riau, dan Balikpapan termasuk rumah makan," ujarnya.
Menurutnya, beralihnya dari konvensional ke organik dilakukan sejak tahun 2006 dan Poktan dikelola oleh 11 petani supaya para petani juga lebih mandiri dari pembenihan hingga pemasaran dan masuk 2022 mendapat pendampingan bantuan Bank Indonesia (BI) Tasikmalaya berupa mokri organisme lokal (rumah mol) sebagai tempat proses pembuatan pupuk organik cair (POC) sekaligus ruang pamer hasil dari POC, turunan usaha berbahan baku beras organik, salah satunya liwet organik instan.
"Pada masa panen padi organik di Dusun Kubangsari memang menghasilkan produksi rata-rata 7-8 ton, sebelumnya memakai pupuk kimia hanya mencapai 6 ton. Akan tetapi, ketika itu ada beberapa kendala dalam menyosialisasikan program padi organik ke para petani dan sekarang mereka sudah terbiasa meski awalnya ada rasa takut produksi turun tapi ternyata meningkat," pungkasnya. (AD/E-4)