
SEBUAH batu berbentuk anak panah di Mars, dengan fitur yang mungkin mengindikasikan aktivitas mikroba purba membuat para ilmuwan kebingungan.
NASA mengumumkan pada Juli tahun lalu, batu tersebut, yang ditemukan di Kawah Jezero oleh wahana Perseverance, menyimpan beberapa bukti terbaik sejauh ini kehidupan mikroba kuno mungkin pernah ada di Planet Merah miliaran tahun lalu, saat kondisinya jauh lebih basah dibandingkan sekarang.
Pekan ini, para ilmuwan yang terlibat dalam penemuan tersebut mempresentasikan temuan mereka secara publik untuk pertama kalinya dalam Konferensi Ilmu Bulan dan Planet di Texas, menjelaskan tanda-tanda kimia dan struktur batu yang terus memberikan petunjuk menggoda tentang kemungkinan kehidupan mikroba purba di Mars.
Batu lumpur berbutir halus yang dinamai Cheyava Falls, sesuai dengan air terjun tertinggi di Grand Canyon, Arizona, terletak di tepi lembah sungai purba yang dikenal sebagai Neretva Vallis, yang membentang di sepanjang dinding dalam kawah.
Batu ini memiliki bintik-bintik berwarna hitam, biru, atau kehijauan, yang oleh para peneliti dijuluki "poppy seeds" (biji poppy). Selain itu, terdapat puluhan noda berukuran milimeter dengan tepi gelap yang disebut "leopard spots" (bintik macan tutul). Instrumen Perseverance mengungkapkan beberapa batu yang memiliki dua fitur ini kaya akan zat besi, tetapi tingkat oksidasinya dan tingkat kemerahannya bervariasi—tanda khas aktivitas materi organik, yang mungkin telah memutihkan warna merah alami batu-batu tersebut.
"Di Bumi, reaksi seperti ini biasanya dikaitkan dengan respirasi materi organik yang didorong oleh mikroba," ujar Joel Hurowitz, wakil peneliti utama instrumen PIXL yang terpasang di lengan robotik Perseverance, dalam konferensi tersebut.
Pada Juli lalu, tim peneliti juga mencatat keberadaan urat kalsium sulfat yang melintang di batu, mengindikasikan air mungkin pernah mengalir melaluinya. Meskipun fitur ini dapat menunjukkan proses non-biologis, seperti paparan suhu tinggi akibat aktivitas vulkanik, analisis yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa batu tersebut tidak pernah mengalami panas ekstrem atau proses pemanasan yang menyebabkan rekristalisasi.
"Semua bukti menunjukkan proses yang terjadi berlangsung pada suhu rendah," kata Hurowitz.
Para ilmuwan menduga saluran Neretva Vallis terbentuk jutaan tahun lalu akibat air yang mengalir deras ke dalam kawah. Salah satu teori menyatakan bahwa lumpur yang kaya akan senyawa organik terdeposit di lembah tersebut dan kemudian mengeras menjadi batu Cheyava Falls. Alternatif lainnya adalah bahwa episode kedua aliran air menyusup ke batu setelah terbentuk, menciptakan fitur yang sekarang diamati. "Batu-batu yang kami teliti tampaknya mengisi saluran Neretva Vallis," ujar Hurowitz.
Menanti Sampel Pulang ke Bumi
Perseverance sendiri tidak dilengkapi dengan instrumen pendeteksi kehidupan, karena misinya adalah mengumpulkan sampel yang akan dibawa kembali ke Bumi untuk analisis lebih lanjut.
"Sebagai komunitas ilmiah, kita harus melakukan lebih banyak studi laboratorium, penelitian lapangan, dan pemodelan untuk menyelidiki fitur-fitur ini secara lebih mendetail," ujar Hurowitz. "Dan pada akhirnya, kita harus membawa sampel ini kembali ke Bumi agar dapat mencapai kesimpulan apakah batuan ini terbentuk oleh kehidupan atau tidak."
Namun, rencana pengembalian sampel Mars menghadapi ketidakpastian setelah biaya proyek yang membengkak hingga US$11 miliar membuat NASA harus merombak pendekatannya dan mencari ide baru dari pusat penelitian, industri swasta, serta akademisi.
Mantan administrator NASA, Bill Nelson, mengumumkan awal tahun ini badan antariksa tersebut mempertimbangkan dua opsi bagi pemerintahan Trump untuk membawa pulang 30 tabung berukuran cerutu yang berisi potongan Mars yang telah dikumpulkan Perseverance sejak 2021, termasuk sampel Cheyava Falls. Kedua pendekatan tersebut berbeda dalam cara mereka menurunkan peralatan di Mars, tetapi keduanya memerlukan alokasi dana US$300 juta dari Kongres agar dapat memulai proses peluncuran pada 2030 dan membawa sampel kembali antara 2035 hingga 2039.
Para ilmuwan sangat antusias untuk menganalisis sampel Cheyava Falls, karena temuan ini dapat membantu menjawab salah satu pertanyaan terbesar umat manusia: Apakah kita sendirian di alam semesta?
"Penemuan kehidupan di luar Bumi adalah hal yang sangat mendalam, sangat mengubah paradigma, sehingga kita harus memastikan bahwa kita benar-benar mendapatkan jawaban yang tepat," ujar Amy Williams, astrobiolog dari Universitas Florida yang tergabung dalam tim ilmiah Perseverance, kepada Space.com tak lama setelah penemuan tersebut. "Begitu kita melewati batas itu, kita tidak bisa kembali lagi." (Space/Z-2)