
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) membeberkan alasan mengusut dugaan korupsi terkait pemberian kredit bank kepada PT Sri Rejeki Tbk (Sritex), meski perusahaan itu sudah dinyatakan pailit. Korps Adhyaksa menyebut ada uang negara yang dirampas pihak-pihak tertentu.
“Karena ada dana yang ditempatkan disana oleh negara dan yang dipisahkan. Nah itu juga bagian dari keuangan negara sebagaimana penjelasan dalam undang-undang 17 ya,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (6/5).
Harli mengatakan, negara telah memberikan pinjaman kepada Sritex. Pemberinya teridentifikasi merupakan bank daerah.
“Kita melihat apakah dana-dana yang diberikan sebagai pinjaman ke bank, ke PT Sritex oleh uang pemerintah ini dan bank daerah ada terindikasi ya, ada peristiwa perbuatan melawan hukum kah yang terindikasi ada merugikan keuangan negara atau daerah, itulah yang mau dilihat,” ujar Harli.
Harli menegaskan kasus ini bukan suap atau gratifikasi. Sebab, kerugian negara diduga terjadi atas pemberian fasilitas kredit ini.
Sebelumnya, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang biasa dikenal dengan nama PT Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu tidak mampu membayar utang senilai Rp32,6 triliun.
Dengan rincian Tagihan Kreditor Preveren sebesar Rp691.423.417.057,00; Tagihan Kreditor Separatis sebesar Rp7.201.811.532.198,03; dan Tagihan Kreditor Konkuren sebesar Rp24.738.903.776.907,90.
Hal ini menyebabkan penutupan operasional perusahaan pada 1 Maret 2025. Ribuan karyawan kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka terakhir kali memasuki areal pabrik pada Jumat, 28 Februari 2025. (Can/P-3)