
KETUA Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan penanganan penyakit asma dilakukan dengan dua cara yakni pencegahan dan pelega.
Penangan asma pada dasarnya adalah dengan memberi dua jenis obat, yaitu pencegah dan pelega. Obat pengontrol pada dasarnya berfungsi untuk mengatasi peradangan/inflamasi yang menyebabkan terjadinya asma, sehingga jelas fungsinya adalah untuk mencegah.
"Sementara kalau serangan asma sudah terjadi karena tidak tercegah dengan baik, maka pada pasiennya harus diberikan obat pelega dengan tujuan agar saluran napas yang menyempit dapat jadi melebar kembali, artinya yang tadinya pasien mengeluh sesak maka jadi lega kembali," kata Tjandra dalam keterangannya, Selasa (6/5).
Tjandra menyebut berdasarkan data global menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 260 juta orang yang terdampak dengan asma, bahkan penyakit ini berhubungan dengan terjadinya 450 ribu kematian setahun.
"Jadi dampaknya jelas cukup besar, baik di dunia maupun juga di negara kita. Belum lagi kalau dilihat dampak bahwa karena serangan asma maka anak jadi tidak masuk sekolah, atau pekerja juga jadi tidak masuk kerja dan atau mengganggu produktifitasnya," ujar dia.
Asma adalah penyakit paru maka cara pemberian obat asma terbaik adalah dengan memasukkannya ke dalam paru, dengan cara dihirup oleh pasiennya. Untuk ini maka digunakan alat yang namanya inhaler. Jadi format terbaik penanganan asma adalah dengan inhaler, bukan tablet, kapsul atau sirup.
Diketahui hari Selasa pertama setiap bulan Mei diperingati sebagai Hari Asma Sedunia, artinya tahun 2025 ini jatuh pada hari ini, 6 Mei 2025.
Tema Hari Asma Sedunia 2025 ini adalah Make Inhalled Treatments Accessible for ALL. Memang pada kenyataannya bahwa masih cukup banyak pasien asma yang tidak mendapat obat dalam bentuk inhaler, baik di dunia maupun juga di negara kita.
"Secara khusus ditekankan adalah ketersediaan inhaler yang berisi obat kortikosteroid, karena peran utamanya sebagai obat pencegah," pungkasnya.(H-2)