Pertumbuhan di Bawah Target, Butuh Gebrakan Nyata Pemerintah

3 hours ago 2
Pertumbuhan di Bawah Target, Butuh Gebrakan Nyata Pemerintah Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat 10.965 buruh dan karyawan di empat perusahaan terdamp(ANTARA/Mohammad Ayudha)

PERTUMBUHAN ekonomi triwulan I 2025 yang hanya mampu mencapai 4,87% (yoy) jauh di bawah target Kerangka Ekonomi Makro yang dipatok pemerintah sebesar 5,1%-5,5%. Meski angka ini sedikit lebih tinggi dari proyeksi Bank Dunia sebesar 4,7%, capaian pertumbuhan tersebut dipandang tidak cukup untuk menjamin tercapainya target tahunan.

"Dalam kondisi ceteris paribus dan tidak ada terobosan program dari pemerintah, dengan pertumbuhan ekonomi triwulan I sebesar 4,87%, akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% secara agregat pada akhir tahun," ujar Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani dalam keterangannya, Senin (5/5).

Ia menyebut, triwulan pertama biasanya menjadi momentum penting pertumbuhan, terlebih adanya momen Ramadan dan Lebaran yang mendongkrak perputaran uang hingga lebih dari Rp140 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan triwulan I 2024 yang tumbuh 5,11%, capaian tahun ini menunjukkan pelemahan signifikan.

Menurutnya, kontraksi ekonomi ini disebabkan oleh tekanan di hampir seluruh komponen utama pendorong pertumbuhan. Pertama, daya beli masyarakat melemah seiring meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Apindo mencatat lebih dari 40 ribu tenaga kerja mengalami PHK sejak awal tahun. Ini adalah indikator yang perlu diwaspadai agar tidak berkelanjutan," kata Ajib.

Kedua, belanja pemerintah juga mengalami tekanan serius. Penerimaan pajak hanya mencapai 14,7% dari target sampai Maret 2025, jauh dari target ideal 20%. Pola pengelolaan dividen BUMN oleh Danantara justru dinilai menjadi penggerus sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Ketiga, sisi investasi masih stagnan akibat sikap wait and see pelaku usaha di tengah fluktuasi ekonomi domestik dan global. Keempat, sektor ekspor-impor terpukul oleh kebijakan tarif proteksionis dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump.

Untuk membalikkan kondisi, Ajib menekankan perlunya kebijakan ekonomi berbiaya rendah  seperti yang diterapkan pemerintah Tiongkok.

"Paling tidak ada empat hal yang bisa didorong pemerintah, yaitu penyediaan energi murah, infrastruktur dan logistik efisien, klastering ekonomi dan ekosistem bisnis, serta peningkatan produktivitas tenaga kerja," terang Ajib.

Lebih jauh, Apindo mendorong pembentukan konsep Indonesia Incorporated yang menekankan pentingnya sinergi pemerintah dan dunia usaha dalam merancang solusi strategis, termasuk deregulasi, revitalisasi industri padat karya, dan desain kebijakan pro pertumbuhan serta pemerataan.

"Kalau pemerintah fokus dengan program jangka pendek sekaligus jangka panjang, kontraksi ekonomi triwulan I bisa menjadi fondasi untuk pertumbuhan selanjutnya yang lebih baik. Tapi, harus ada terobosan signifikan dari pemerintah agar pertumbuhan ekonomi agregat tahun 2025 bisa mencapai angka psikologis minimal 5%," pungkas Ajib. (Mir/E-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |