
SEKITAR tiga ribu jemaah dari Jabodetabek hingga luar Jawa larut dalam suasana duka dan perenungan pada Majelis Asyura Nasional 1447 H di kawasan Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Minggu (6/7). Mereka berpadu dengan seruan solidaritas bagi Palestina dan janji setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketua Steering Committee Asyura Nasional 2025, Umar Shahab menegaskan posisi majelis ini sebagai bagian dari perjuangan menegakkan kebenaran. Ia mengingatkan Asyura bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan penguatan sikap atas kondisi kekinian yang menuntut keberpihakan.
Keberpihakan itu, kata Umar, harus dijaga karena perjuangan umat Islam belum selesai. Keadilan yang diperjuangkan Husein bin Ali masih menuntut pembela di zaman ini. Maka membangun keyakinan kolektif atas janji kemenangan menjadi bagian dari kesetiaan pada jalan itu bahwa kemenangan, sebagaimana dijanjikan Tuhan, sesungguhnya sudah mendekat.
Ia mengutip Surah As-Saff ayat 13: “Nasrum minallah wa fathun qarib”—pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Ayat ini ia sebut sebagai pengingat bahwa kebenaran tak lagi berada di kejauhan, melainkan sudah menyata di depan mata orang-orang beriman.
“Kita berdiri di pihak kemanusiaan yang adil dan beradab,” ujar Umar melalui keterangannya, Minggu (6/7). Ia juga menolak bentuk demokrasi liberal yang tak menghormati nilai-nilai agama dan menegaskan tak gentar menyatakan kesetiaannya pada Pancasila, NKRI, dan UUD 1945.
Pandangan Umar meretas dikotomi mazhab—mengganti kesan eksklusif Asyura dengan komitmen kebangsaan. Ia menyambung ajaran Husein, sambil menggugah hadirin agar tetap kritis ketika demokrasi tergerus oligarki atau ekstremisme agama.
Pengisian tausiyah Asyura Nasional, Miqdad Turkan, menyebut Asyura sebagai al-Furqan alias pemisah hak dan batil. Karbala, katanya adalah misi pembebasan dari penghambaan kepada makhluk, dari kebodohanyang membuat manusia tak mampu membedakan kebenaran dan kebatilan.
Ceramah itu mengalir ke isu Palestina. Miqdad menilai tanah suci Al-Quds kini menjelma sebagai Karbala kontemporer, medan yang meminta keberanian kolektif umat Islam untuk tidak tunduk pada okupasi. “Palestina akan merdeka lewat kewibawaan muslimin yang meneladani ketidak-tundukan Imam Husein,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Asyura Nasional 2025 Mujib Munawan menarik perhatian pada aspek tindakan. Baginya, majelis ini bukan ritual kosong. “Asyura adalah panggilan mengagregasi potensi, menata niat, dan bergerak di barisan kebenaran,” ucap Mujib.
(H-3)