
KELANGKAAN hingga tingginya harga gas elpiji 3 kilogram (kg) di kawasan Provinsi Aceh jalan terus. Sejak tiga pekan terakhir hingga Minggu (6/7), belum ada tanda-tanda membaik.
Mirisnya, kelangkaan ini terus terjadi di tengah wacana pemerintah menyeragamkan harga gas elpiji 3 kg untuk memastikan subsidinya tepat sasaran dan stoknya merata ke seluruh daerah. Bahkan fenomena langka dan mahalnya gas melon itu terus meluas ke berbagai kabupaten/kota di wilayah berjuluk Bumi Serambi Mekah itu.
Setelah sulit mendapatkan barang, lalu harganya pun terus meningkat. Di Kabupaten Aceh Singkil misalnya, warga harus membeli gas bersubsidi itu jauh lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah dan Pertamina yakni Rp20.000/tabung.
Seperti di Desa Pulo Sarok, Kecamatan Singkil, Kabupaten Aceh Singkil, harga elpiji 3 kg di tingkat pengecer tidak resmi mencapai Rp36.000/tabung. Harga itu lebih tinggi Rp16.000 dari tarif HET Rp20.000/tabung.
"Itu juga barangnya tidak mudah didapatkan. Karena penjual tidak resmi itu pun menebus elpiji dari pangkalan resmi," tutur Abdul, warga Pulo Sarok, hari Minggu (6/7).
Karena ruwetnya penyaluran dan persediaan elpiji 3 kg telah berakibat buruk terhadap harga yang tidak terkendali. Bila bahan bakar elpiji rumah tangga miskin itu sudah langka di beberapa pangkalan sekitar, pemilik kios pengecer jug langsung melambungkan harga jual.
Bahkan lonjakan harga gas melon itu semakin tidak manusiawi dan di luar ketentuan resmi. Bahkan, kalau dihitung hampir sama dengan harga nonsubsidi.
"Ada yang menjual sampai Rp38.000 hingga Rp40.000/tabung 3 kg. Itu juga pada pengecer yang menjual di luar pengecer resmi pertamina. Karena krisis gas, siapa saja yang memerlukan tentu harus membeli juga walau mahal," tutur warga lainnya. (MR/E-4)