Apindo: Pemerintah Perlu Berikan Perhatian Serius terhadap Gelombang PHK di Indonesia

2 weeks ago 6
 Pemerintah Perlu Berikan Perhatian Serius terhadap Gelombang PHK di Indonesia Ilustrasi(Dok Antara)

GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini kian masif terjadi di Tanah Air. Salah satunya terjadi di industri padat karya. Isu ini tentu memerlukan perhatian serius dari pemerintah dengan mendorong regulasi yang tidak membebani industri padat karya dan mendukung keberlangsungan tenaga kerja.

Industri padat karya seperti tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan hasil tembakau memerlukan perlindungan khusus karena menyerap tenaga kerja secara signifikan. Misalnya, industri tekstil dan garmen menyerap sekitar 3 juta tenaga kerja, sementara industri alas kaki menyerap sekitar 1 juta tenaga kerja. Industri furnitur juga berkontribusi signifikan dengan menyerap sekitar 500 ribu tenaga kerja. Selain itu, industri hasil tembakau menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja.

Terbaru, Presiden Prabowo Subianto telah mengarahkan para menteri di bidang ekonomi dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) untuk fokus pada penguatan sektor industri padat karya. Tujuannya adalah agar sektor ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga lebih berdaya saing. DEN juga menekankan pentingnya kemudahan investasi dan penyederhanaan regulasi untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing industri padat karya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta W. Kamdani, menyambut baik upaya pemerintah ini. Menurutnya, sektor padat karya perlu mendapatkan perhatian khusus karena potensinya dalam menciptakan lapangan kerja formal dalam jumlah besar, yang sangat strategis untuk pertumbuhan ekonomi.

“Saat ini, industri padat karya nasional cenderung tertekan dan tidak kompetitif karena berbagai tuntutan regulasi dan kesulitan untuk menciptakan efisiensi beban-beban usaha. Karena itu, langkah deregulasi, debirokratisasi, dan fasilitas untuk revitalisasi teknologi industri yang akan dilakukan pemerintah di sektor padat karya betul-betul dibutuhkan dan sangat tepat waktu untuk dilakukan segera agar industri padat karya nasional bisa bertahan dan terus tumbuh,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Rabu (30/4). 

Pemerintah juga perlu terus berkonsultasi dan melibatkan pelaku usaha dalam proses perubahan kebijakan hingga implementasinya di lapangan untuk memastikan deregulasi berjalan efektif.

Di kesempatan terpisah, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus menyatakan bahwa tujuan pemerintah mendukung industri padat karya memang baik, namun instrumen kebijakan harus efektif. 

“Efisiensi anggaran yang kontraktif seharusnya diimbangi dengan realokasi dari yang kurang produktif ke yang lebih produktif dan berdampak pada ekonomi masyarakat,” kata Ahmad. Ia menambahkan bahwa aktivitas bisnis akan terangsang jika ada kepastian pasar, sehingga perlu upaya menjaga daya beli domestik dan ekspansi ekspor. 

Pada kuartal 1 2025, pemerintah telah merilis delapan kebijakan pendorong ekonomi, termasuk upaya peningkatan industri padat karya untuk menghambat melonjaknya angka pengangguran. Tiga dari delapan kebijakan tersebut mencakup kesejahteraan pekerja yang berlaku sejak 1 Januari 2025.

Salah satu kebijakan tersebut adalah pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah (DTP) untuk pekerja di sektor padat karya hingga akhir tahun ini, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 10 Tahun 2025. Insentif ini diberikan kepada pekerja di industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta per bulan, serta pegawai tidak tetap dengan rata-rata penghasilan harian tidak lebih dari Rp500 ribu atau maksimal Rp10 juta per bulan.

Selain PPh Pasal 21 DTP, pemerintah juga memberikan optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi pekerja yang mengalami PHK, dengan manfaat tunai, pelatihan, dan akses informasi pekerjaan. Pemerintah juga memberikan diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sektor industri padat karya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |