
KETUA Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai bahwa tidak ada unsur yang merendahkan citra kepolisian dalam lagu Bayar Bayar Bayar milik Band Punk asal Purbalingga, Sukatani.
Menurutnya, jika masyarakat memberikan kritik itu adalah hal yang wajib diterima oleh sebuah lembaga negara. Hal itu karena kelembagaan adalah pelayan yang bekerja untuk rakyat.
"Jadi ketika rakyat berbicara dalam memandang institusi negara itu jangan dianggap sebagai merendahkan. Tapi memang sarana yang harus diperhatikan oleh semua orang. Baik kemudian ada pendapat atau ekspresi dalam bentuk apapun," kata Isnur saat dihubungi, Minggu (23/2).
Isnur mengatakan, kritik dalam bentuk tulisan, ekspresi musik, hingga dalam bentuk karya jurnalistik tidak boleh mendapat upaya-upaya intimidasi dari pihak manapun.
Ia menyebut, apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap Band Sukatani, mulai dari pemaksaan untuk meminta maaf hingga minta membuka topengnya adalah bentuk intimidasi kebebasan berekspresi dan pelanggaran hak asasi manusia.
"Itu jelas bahwa aparat-aparat yang melakukan dengan dalih apapun itu bagian dari tindakan pelanggaran hak asasi manusia. Aparat-aparat yang mencoba mendekati, mengintimidasi itu tidak mengerti apa itu kode etik kepolisian," ujarnya.
Isnur mengatakan, di dalam kode etik kepolisian jelas polisi dilarang untuk bertindak arogan. Namun, kenyataannya banyak aparat kepolisian yang bertindak arogan terhadap sebuah kritik.
Oleh karena itu, Isnur meminta pihak kepolisian untuk kembali membaca aturan-aturan kelembagaannya, serta membaca dan memahami undang-undang hak asasi manusia.
"Jadi Kapolri harus kembali menegaskan kepada seluruh anggotanya untuk membaca kembali pedoman Kapolri nomor 9 tentang implementasi hak-hak manusia. Jangan sampai kepolisian seolah tidak belajar apa itu ekspresi," tuturnya.
"Apa itu seni, apa itu musik, apa itu kritik, apa itu ekspresi. Jangan sembarang-sembarang ini menyinggung, ini menyakiti, ini merendahkan. Tidak ada itu," sambungnya. (H-3)