
PEMERINTAH sejak 2022 telah berencana menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebagai upaya menurunkan konsumsi gula masyarakat. Kendati target penerimaan cukai dari MBDK setiap tahun sudah dimasukkan dalam APBN, nyatanya penerapannya masih terus ditunda sampai saat ini.
"Pemberlakuan kebijakan yang komprehensif, misalnya kebijakan label depan kemasan, cukai MBDK, dan pembatasan pemasaran produk tinggi GGL, akan lebih efektif untuk mewujudkan lingkungan pangan sehat bagi masyarakat," kata Project Lead for Food Policy CISDI, Nida Adzilah Auliani, Sabtu (17/5).
Angka konsumsi minuman manis terus meningkat setiap tahun, sejalan dengan tingginya prevalensi penyakit tidak menular. Studi meta analisis pada 2021 dan 2023 mengestimasi setiap konsumsi 250 mililiter MBDK akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 12 persen, risiko diabetes tipe 2 sebesar 27 persen, dan risiko hipertensi sebesar 10 persen.
Dalam lima tahun terakhir, pembiayaan BPJS Kesehatan terhadap penyakit katastropik dengan faktor risiko obesitas, diabetes melitus, dan hipertensi meningkat sebesar 43 persen atau Rp6-10 triliun. Apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah serius, angka ini diperkirakan melonjak hingga mencapai Rp 23,59 triliun pada 2045.
"Penelitian CISDI menunjukkan, kenaikan harga MBDK sebesar 20 persen berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis dan gula harian rata-rata sebanyak 5,4 gram untuk laki-laki dan 4,09 gram untuk perempuan. Penurunan konsumsi MBDK akan berkontribusi terhadap berkurangnya tingkat obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes tipe 2, stroke, hingga penyakit jantung koroner," ujar Nida.
Berdasarkan pertimbangan di atas, CISDI dan Forum Warga Kota (FAKTA) yang tergabung dalam Koalisi Pangan Sehat Indonesia (PASTI) memberikan beberapa rekomendasi kepada pemerintah. Rekomendasi yang diberikan yakni segera menerapkan cukai MBDK dengan desain volumetrik untuk kenaikan harga minimal 20 persen.
"Kemudian mengintegrasikan kebijakan label depan kemasan dan cukai MBDK dengan edukasi publik untuk memperkuat pemahaman masyarakat. Dan juga menerapkan kebijakan komprehensif untuk mendukung masyarakat dapat memilih pangan yang lebih sehat," pungkasnya. (H-2)