
WAKIL Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengaku prihatin dengan adanya kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023. Eddy mengaku khawatir kasus korupsi ini melibatkan petinggi dari perusahaan tersebut.
"Saya terus terang perhatian dengan penahanan tersebut, apalagi yang ditahan itu adalah direktur utama yang membidangi distribusi, distribusi BBM yang langsung menyangkut kepentingan masyarakat, termasuk juga transportasinya, karena itu kan ada Dirut dari Pertamina International Shipping yang juga ditahan," kata Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/2).
Eddy mengaku juga prihatin karena mereka yang diduga terlibat seharusnya bertanggung jawab dalam hal pendistribusian bahan bakar sampai ke masyarakat di daerah terpencil sekalipun.
Eddy berharap dengan adanya kasus ini tidak mengganggu kinerja Pertamina dalam mendistribusikan bahan bakar kepada masyarakat. Terlebih sebentar lagi memasuki bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri.
"Kami optimisme bahwa Pertamina tidak akan terganggu kinerjanya, apalagi menghadapi Ramadan dan nanti menghadapi Idul Fitri, distribusi dan pemanfaatan BBM tidak akan terganggu dengan adanya permasalahan yang sekarang dihadapi oleh Pertamina, Patra Niaga, dan Pertamina International Shipping, karena sistem sudah bekerja, sudah ada sistem, sudah ada mekanisme, dan sudah juga bisa ditetapkan siapapun yang nanti akan menjadi pelaksana tugas atau pejabat yang memimpin sementara," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023.
Kejagung menetapkan tujuh tersangka dalam praktik rasuah di perusahaan pelat merah tersebut. Mereka ialah Riva Siahaan (RS), selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin, selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF), selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
Kemudian, Agus Purwono (AP), selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina International; Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati, (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim; Gading Ramadhan Joedo (GRJ), selaku Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Kasus ini ini berawal dari pemenuhan minyak dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri dan Pertamina wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi. Namun, tersangka RS, SDS, dan AP melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang.
Sehingga, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya. Akibatnya, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.
Kejagung menyebut total kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun. (Faj/M-3)