Trump-Zelensky Cekcok, Pengiriman Senjata ke Ukraina Terancam Ditunda

1 week ago 10
Trump-Zelensky Cekcok, Pengiriman Senjata ke Ukraina Terancam Ditunda Ilustrasi: Dampak perang Rusia-Ukraina(Dok. Antara/Anadolu)

PEMERINTAH Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan untuk menunda pengiriman senjata ke Ukraina. Wall Street Journal mengutip sumber Kongres melaporkan bahwa telah digelar pertemuan yang mengagendakan rencana penghentian pengiriman senjata lewat kewenangan penarikan.

Departemen Luar Negeri AS belum menanggapi laporan Wall Street Journal pada Senin (3/3). Sementara itu, seorang pejabat AS menyebut pendanaan penjualan senjata baru ke Ukraina ditangguhkan dalam beberapa minggu belakangan seiring di tengah pembekuan bantuan luar negeri.

Dalam jumpa pers di Gedung Putih, Presiden Donald Trump yang ditanya apakah AS akan mengakhiri bantuan militer ke Ukraina mengaku belum membicarakan hal itu saat ini.

Potensi penghentian pengiriman senjata utama ke Ukraina terjadi hanya beberapa hari setelah pertemuan menegangkan antara Presiden Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Ruang Oval, Gedung Putih, Washington, Jumat (28/2).

Pertengkaran publik tersebut terjadi karena keraguan Zelensky perihal upaya Trump untuk menengahi kesepakatan guna mengakhiri perang tiga tahun dengan Rusia yang mungkin tidak akan menghasilkan perdamaian abadi.

Zelensky meninggalkan Gedung Putih usai insiden itu termasuk membatalkan upacara penandatanganan kesepakatan mineral penting dan konferensi pers yang direncanakan.

Di sisi lain, Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou menyatakan pertengkaran antara Trump dan  Zelensky di Ruang Oval menjadi bukti aliansi barat telah terpecah. Ia menambahkan, keamanan Ukraina dan gagasan tentang aliansi antara Eropa dan Amerika juga menjadi korban perselisihan tersebut.

"Apa yang terjadi di depan mata kita pada Jumat lalu adalah hancurnya sesuatu yang bernilai luar biasa, yang tidak terlalu kita sadari, tetapi menjadi kerangka bagi pandangan kita tentang dunia: gagasan tentang persatuan dan identitas Barat," kata Bayrou di depan parlemen Prancis, Senin (3/3) waktu setempat.

Berharap dukungan
Sementara itu, Zelensky menyatakan siap bekerja sama dengan Washington serta mitra-mitra di Eropa untuk mencapai perdamaian di negaranya dan berakhirnya perang dengan Rusia. Zelensky pun terus mengharapkan berlanjutnya dukungan Amerika Serikat.

“Kami bekerja sama dengan Amerika dan mitra-mitra Eropa kami dan sangat berharap pada dukungan AS dalam perjalanan menuju perdamaian,” kata pemimpin Ukraina itu di X, menggarisbawahi perlunya jaminan keamanan yang nyata.

Ia menambahkan Ukraina, Eropa, dan AS harus bertindak bersama untuk memulihkan stabilitas di tengah berlarutnya perang yang membawa kehancuran di kota-kota Ukraina dan terus memakan korban jiwa. "Kita perlu menghentikan perang dan menjamin keamanan," lanjutnya.

Zelensky juga mengungkit pembahasan soal inisiatif keamanan konkret yang telah dilakukannya bersama pemimpin negeri-negeri Baltik, yaitu Presiden Lithuania Gitanas Nauseda, Presiden Latvia Edgars Rinkevics, dan Perdana Menteri Estonia Kristen Michal.

Lebih jauh Zelensky mengatakan tidak melakukan kesalahan apa pun dan menolak untuk meminta maaf kepada Trump setelah pembicaraan yang gagal dengan di Ruang Oval. Namun, ia meyakini hubungannya dengan Trump bisa diselamatkan.

"Ya, tentu saja, karena hubungan ini lebih dari sekadar hubungan dua presiden," ucap Zelensky.

Mencari amnesti
Seorang pengguna X menuding Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tidak ingin konflik dengan Rusia berakhir. Karena jika perang usai, pemilihan umum akan diadakan di Ukraina dan pemimpin baru akan menuntut Zelensky atas dugaan pencucian uang.

Miliarder Amerika Serikat Elon Musk yang juga pemilik X sepakat dengan pernyataan itu. Ia kemudian mendorong Zelensky untuk mencari amnesti ke negara yang netral demi menghindari kemungkinan tuntutan pidana atas tindakannya dan perang Rusia-Ukraina berakhir.

"Benar. Meski tidak mengenakkan, Zelensky harus ditawari semacam amnesti di negara netral sebagai imbalan atas transisi damai kembali ke demokrasi di Ukraina," kata Musk di media sosial X pada Senin (3/3) waktu setempat.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan negaranya terbuka untuk mempertimbangkan setiap usulan terkait kemungkinan pengerahan pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina. Upaya tersebut sejauh ini masih dalam ranah diskusi.

"Saat ini ada diskusi tentang potensi (pengiriman) penjaga perdamaian, dan dari perspektif pemerintah saya, kami terbuka untuk mempertimbangkan setiap usulan ke depannya," kata Albanese seperti disiarkan Australian Broadcasting Corporation (ABC).

Pengerahan pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina perlu dilakukan karena Canberra ingin melihat perdamaian. Langkah tersebut juga untuk memastikan Rusia tidak mendapatkan keuntungan dari tindakan ilegal dan tak bermoral mereka di Ukraina.

Pemimpin oposisi Australia, Peter Dutton, mengatakan dirinya tidak melihat ada kemungkinan pengiriman pasukan Australia ke Ukraina. Meskipun Canberra harus terus mendukung Ukraina, Dutton menyebut langkah itu adalah tugas negara-negara Eropa.

Di sisi lain, seorang juru bicara pemerintah Australia mengatakan pengerahan pasukan Australia untuk mendukung pasukan penjaga perdamaian tidak sedang dipertimbangkan saat ini meskipun Canberra akan mempertimbangkan setiap usulan terkait dengan Ukraina. (Sputnik-OANA/Anadolu/Ant/I-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |