Tata Kelola MBG Berantakan, Trubus: Perkuat Pengawasan

3 hours ago 1
 Perkuat Pengawasan Karyawan beraktivitas di mitra dapur umum Makan Bergizi Gratis di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalibata yang sempat mogok beroperasi di Kalibata, Jakarta(MI/Usman Iskandar)

Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah berjalan selama 4 bulan, harus kembali dievaluasi secara total mulai dari sistem standarisasi, efektivitas, transparansi hingga pengawasan. 

“Temuan ICW bisa menjadi entry point untuk melakukan pembenahan mengenai tata kelola MBG. Jika terjadi perbedaan perbedaan terkait kuantitas, metode klinis hingga kualitas di berbagai sekolah, ini menjadi problem. Pemerintah harus menjelaskan perbedaan ini agar tidak terjadi kesalah pahaman atau potensi penyelewengan anggaran,” katanya kepada Media Indonesia, hari ini.

Menurut Trubus, pemerintah harus meninjau ulang peraturan teknis (juknis) dan peraturan pelaksana (juklak) MBG di setiap daerah. Dikatakan bahwa pelaksanaan MBG memiliki tantangan tata kelola yang besar sebab melibatkan stakeholders yang bercabang hingga di tingkat terkecil. 

“Jadi harus jelas dan baku agar tidak terkesan setiap yayasan itu berjalan berbeda-beda, karena selama ini program MBG kesannya seperti tidak terorganisir dengan baik, sehingga tidak terwujud kolaborasi koordinatif,” tukasnya. 

Trubus menilai, juknis dan juklak tersebut berfungsi sebagai panduan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya untuk melaksanakan program MBG secara seragam dan efektif. 

“Berbagai masalah yang muncul mulai dari perbedaan kuantitas, gizi hingga belum dibayarkannya ribuan pegawai pada dapur MBG, menunjukkan bahwa ada masalah serius mengenai sistem pengawasan dan transparansi,” imbuhnya.

Menurut Trubus, Pengawasan merupakan  elemen utama yang harus diperkuat. Bukan saja pengawasan yang bersifat top down dari pemerintah. BGN dan dapur-dapur pelaksana, namun harus ada pengawasan bottom up yang melibatkan publik dan kampus. 

“Misalnya pelibatan masyarakat, bisa juga sebenarnya melibatkan pihak kampus dengan menyertakan mahasiswa pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat. Tata kelola mulai dari penyediaan hingga distribusi dan pelayanan harus dievaluasi agar lebih transparan,” tukasnya. 

Selain itu, pemerintah juga harus mengevaluasi sistem kerjasama atau kemitraan dalam pelaksanaan program MBG, pengadaan alat dan lahan dapur, hingga pola verifikasi dan audit yang diadopsi. 

“Itu harus jelas, sehingga tidak terjadi perbedaan sistem kontrak antara satu dapur dengan dapur lainnya. Apakah harus bekerjasama dengan catering dan kantin, atau memasak dengan merekrut tenaga baru, itu juga masih berbeda-beda antara dapur,” ungkap Trubus. 

Peran pemerintah daerah dengan segala perangkatnya yang bisa menjangkau dan mengawasi hingga ke pelosok desa juga harus dimaksimalkan. Menurutnya, hal itu harus disusun secara jelas dalam peraturan pelaksanaan dan teknis MBG yang memuat formulasi baku. 

“Jenis makanan yang akan disajikan, jumlah kalori yang harus dipenuhi, cara pengadaan makanan, metode pendistribusian ke sekolah, dan mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan program dan siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan program, itu harus kembali diperjelas,” pungkasnya. (Dev/P-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |