
KONSEP jalan kaki 10.000 langkah per hari pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 1960-an oleh Dr. Yoshiro Hatano, seorang ahli kesehatan yang meneliti manfaat aktivitas fisik.
Saat itu, Dr. Hatano menciptakan pedometer bernama "Manpo-kei" (yang berarti "10.000 langkah meter") sebagai bagian dari kampanye kesehatan masyarakat untuk memerangi gaya hidup sedentari yang mulai marak seiring modernisasi.
Angka 10.000 langkah dipilih karena dianggap cukup menantang namun realistis untuk meningkatkan kebugaran dan mencegah obesitas.
Meskipun awalnya merupakan alat pemasaran, target 10.000 langkah kemudian didukung oleh berbagai penelitian yang membuktikan manfaatnya bagi kesehatan, seperti peningkatan kebugaran kardiovaskular dan pengendalian berat badan.
Kini, angka tersebut telah menjadi standar global dalam rekomendasi aktivitas fisik, meski beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa jumlah langkah yang lebih rendah (misalnya 7.000-8.000 langkah) pun sudah memberikan manfaat kesehatan yang signifikan.
Studi di Frontiers in Psychology (2023) meneliti hubungan antara aktivitas berjalan kaki (termasuk target 10.000 langkah sehari) dan gejala depresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan yang mencapai atau mendekati 10.000 langkah sehari mengalami penurunan gejala depresi yang signifikan, dibandingkan dengan kelompok yang kurang aktif.
Aktivitas fisik seperti berjalan kaki diduga merangsang pelepasan endorfin, mengurangi peradangan sistemik, dan meningkatkan regulasi emosi semua faktor yang berperan dalam mengurangi risiko depresi.
Peneliti juga menekankan bahwa meskipun 10.000 langkah bukan angka ajaib, konsistensi dalam berjalan kaki (bahkan dengan target lebih rendah seperti 7.000–8.000 langkah) tetap memberikan manfaat psikologis.
Temuan ini mendukung rekomendasi aktivitas fisik sebagai bagian dari pendekatan non-farmakologis untuk mengelola kesehatan mental, terutama bagi individu dengan gaya hidup sedentari atau gejala depresi ringan hingga sedang.
Artikel yang diterbitkan di JAMA Network Open (2021) menganalisis hubungan antara jumlah langkah harian dan risiko kematian dini pada orang dewasa paruh baya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta yang berjalan 7.000-10.000 langkah per hari mengalami penurunan risiko kematian dini sebesar 50-70% dibandingkan dengan mereka yang kurang aktif.
Temuan ini konsisten baik untuk pria maupun wanita, dan manfaatnya tetap signifikan bahkan setelah disesuaikan dengan faktor gaya hidup lainnya.
Penelitian ini juga mengungkap bahwa intensitas langkah (kecepatan berjalan) tidak terlalu berpengaruh selama total langkah harian tercapai. Artinya, manfaat utama berasal dari akumulasi langkah itu sendiri, bukan dari kecepatan berjalan.
Studi ini mendukung rekomendasi umum untuk mencapai setidaknya 7.000 langkah per hari guna mengurangi risiko kematian dini secara optimal.
Studi yang diterbitkan di JAMA Internal Medicine (2019) meneliti hubungan antara jumlah langkah kaki harian dan manfaat kesehatan pada wanita lanjut usia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta yang berjalan rata-rata 4.400 langkah per hari sudah mengalami penurunan signifikan dalam risiko kematian dini dibandingkan dengan kelompok yang hanya berjalan 2.700 langkah per hari.
Manfaat ini terus meningkat seiring jumlah langkah, namun mencapai titik optimal di sekitar 7.500 langkah per hari, di mana tambahan langkah tidak memberikan peningkatan manfaat yang berarti dalam hal mortalitas.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun target 10.000 langkah populer, jumlah langkah yang lebih rendah (sekitar 7.000–8.000 langkah per hari) sudah cukup untuk memberikan manfaat kesehatan maksimal, terutama dalam mengurangi risiko kematian dini.
Temuan ini mendorong pendekatan yang lebih realistis dalam rekomendasi aktivitas fisik, terutama bagi populasi lansia yang mungkin kesulitan mencapai angka 10.000 langkah sehari.
Sumber berita: JAMA Internal Medicine, JAMA Network Open, Frontiers in Psychology