Soal Rumah Ukuran 14 Meter Persegi, Masyarakat Harus Diberi Penjelasan

6 hours ago 3
Soal Rumah Ukuran 14 Meter Persegi, Masyarakat Harus Diberi Penjelasan Usulan rumah subsidi ukuran 14 meter persegi(Antara)

USULAN rumah subsidi 14 meter persegi (m²) oleh Lippo Group menuai perhatian luas dan memicu perdebatan soal status serta regulasi. Sejumlah pihak menilai inisiatif tersebut rawan disalahpahami jika tak disertai kejelasan apakah termasuk rumah subsidi atau komersial.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menegaskan bahwa rumah tipe 30 yang ditawarkan oleh Lipo Group bukan termasuk dalam kategori rumah subsidi. Pernyataan ini disampaikan menyusul munculnya persepsi publik bahwa rumah dengan harga sekitar Rp100 juta tersebut merupakan bagian dari program subsidi pemerintah.

“Lipo Group memang yang pertama menawarkan skema lock-up untuk rumah tipe kecil. Tapi perlu ditegaskan, rumah tersebut adalah rumah komersial, bukan subsidi. Masyarakat perlu mendapatkan penjelasan yang jelas agar tidak terjadi salah persepsi,” kata Junaidi belum lama ini. 

Ia menyebut, skema mock-up rumah 18 m2 di kota besar umumnya tidak diperuntukkan bagi rumah subsidi. Selain itu, rumah subsidi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 hanya mencakup rumah tapak dengan luas tanah minimal 54 m2 dan bangunan maksimal tipe 36. Tidak ada aturan spesifik untuk rumah di bawah tipe tersebut.

“Permainan regulasi memang ada. Misalnya, tipe 21 masih diperbolehkan, asalkan ada diskresi menteri. Tapi untuk rumah non-komersial, regulasi tentang luas tanah belum berlaku nasional. Pemerintah daerah punya aturan masing-masing,” ujarnya.

Ia mencontohkan aturan di Kota Depok, di mana rumah tapak harus berdiri di atas tanah minimal 200 meter persegi untuk mendapatkan Izin Eksploitasi Bangunan (IEB). Di Palangkaraya juga berlaku kebijakan serupa.

Harga Rumah Tidak Realistis Tanpa Subsidi Lahan

Sekjen Apersi, Deddy Indrasetiawan, juga mempertanyakan kelayakan harga rumah yang diklaim sekitar Rp100 juta oleh Lipo Group. Ia menilai harga tersebut tidak realistis, terutama di kota besar seperti Jakarta, di mana harga tanah sudah sangat tinggi. Menurutnya, persepsi bahwa rumah tipe 30 tersebut adalah rumah subsidi bisa menyesatkan masyarakat.

Solusi yang ditawarkan adalah pembangunan rumah vertikal yang lebih terjangkau. “Rumah vertikal adalah jawaban di kota-kota besar. Tapi itu hanya bisa terjadi jika pemerintah memberikan subsidi lahan,” tegasnya.

Sebelumnya diketahui, Lippo Group menggagas konsep rumah subsidi dengan ukuran bangunan seluas 14 meter persegi sebagai alternatif hunian terjangkau di wilayah perkotaan. Prototipe rumah ini diperkenalkan kepada publik melalui pameran di Jakarta dan langsung menarik perhatian pemangku kebijakan.

Wakil Pimpinan Lippo Group, James Riady, menjelaskan bahwa inisiatif ini bertujuan menjawab kebutuhan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

“Masih banyak keluarga di Indonesia yang tinggal di hunian tidak layak. Upaya ini kami dorong untuk mempersempit kesenjangan perumahan,” ungkapnya saat peresmian desain rumah.

Dua tipe ditawarkan dalam konsep ini: satu kamar tidur dengan luas bangunan 14 m2 dan tanah 25 m2, serta dua kamar tidur dengan tambahan mezzanine seluas 23,4 m2 di atas tanah 26,3 m2. Harga jual dirancang mulai Rp100 juta, dengan skema cicilan sekitar Rp600 ribu per bulan dan tenor panjang melalui fasilitas pembiayaan subsidi pemerintah.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, menegaskan bahwa pemerintah belum mengambil keputusan final terkait usulan tersebut.

“Kami terbuka terhadap semua masukan. Pro dan kontra itu biasa. Saat ini masih dalam tahap pembahasan,” ujarnya.

Direktur Eksternal Lippo Group, Danang Kemayan Jati, menekankan bahwa rumah tersebut dirancang mengikuti standar hunian yang berlaku dan bukan sebagai pengganti rumah subsidi konvensional, melainkan sebagai opsi tambahan yang dapat dipertimbangkan. (Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |