Serikat Pekerja Dorong Pemerintah Lobi AS, Minta Pemberlakuan Tarif Resiprokal Bertahap

1 week ago 16
Serikat Pekerja Dorong Pemerintah Lobi AS, Minta Pemberlakuan Tarif Resiprokal Bertahap ilustrasi -Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick memegang bagan saat Presiden Donald Trump mengumumkan tarif baru di Rose Garden, Gedung Putih.(Kent Nishimura/POOL/EPA-EFE/Shutterstock)

PEMERINTAHAN Presiden Donald Trump telah menetapkan kebijakan tarif timbal balik (resiprokal) terhadap banyak negara, tak terkecuali Indonesia yang dikenai sebesar 32%. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 9 April 2025 waktu setempat.

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mendesak pemerintah untuk melakukan diplomasi ekonomi dengan mendatangi langsung otoritas di Amerika Serikat, dan meminta penundaan penerapan tarif timbal balik agar tidak mengguncang perekonomian di AS dan Indonesia.

"Bila memang harus diberlakukan, agar dilakukan secara bertahap selama 10 tahun untuk mencapai 32%," ujar Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat, Selasa (8/4).

Ia mendorong Presiden Prabowo Subianto agar memanggil semua kepala perwakilan RI beserta fungsi ekonomi KBRI/KJRI untuk lebih bekerja keras dan cerdas membuka pasar baru di negara-negara new emerging market, seperti Afrika dan Amerika Latin, khususnya untuk produk-produk yang nilai ekspornya ke AS cukup besar.

Di sisi lain, Jumhur mengatakan langkah Trump tersebut juga bisa menjadi momentum untuk membangun kekuatan.

KSPSI menyarankan semua pemangku kepentingan dari pemerintah, swasta, DPR, hingga kaum buruh/pekerja, termasuk pekerja migran atau Indonesia Incorporated, untuk membangun kebersamaan dalam menghadapi pengenaan tarif resiprokal sebesar 32% itu.

"Kejadian ini bisa menjadi dorongan untuk menjadikan Indonesia yang berdikari," kata Jumhur dalam keterangan resminya.

Menurutnya, Indonesia harus berdikari dengan menjalankan sirkulasi ekonomi domestik yang semakin kokoh, sehingga tidak terguncang oleh gejolak pasar global.

KSPSI juga memandang perlu dilakukannya mitigasi untuk mengantisipasi dampak adanya PHK massal.

"Proses PHK harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, khususnya terkait dengan uang pesangon, jaminan kehilangan pekerjaan dan sebagainya," tegas KSPSI.

Untuk menghadapi ini semua, KSPSI juga mendesak pemerintah untuk menunda dulu berbagai revisi undang-undang yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. (B-3)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |