
MENTERI Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pemerintah Indonesia tidak melakukan retaliasi atau tindakan pembalasan di bidang perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) setelah Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor 32%.
Ia menjelaskan diplomat Indonesia telah melakukan komunikasi dengan perwakilan dagang AS atau U.S Trade Representative (USTR) untuk segera mengirimkan propsal negosiasi dari Indonesia.
"Kita akan mengambil jalur negosiasi. Kedutaan Besar di Indonesua sudah berkomunikasi dengan USTR dan mereka tengah menunggu proposal konkret dari Indonesia," ujar Airlangga usai rapat koordinasi yang melibatkan lebih dari 100 asosiasi di Jakarta, Senin (7/4).
Sikap Indonesia tersebut, ungkapnya, sama halnya dengan negara-negara ASEAN yang mengutamakan negosiasi dengan Presiden AS Donald Trump terkait tarif resiprokal AS.
"Jadi, ASEAN tidak mengambil retaliasi," ucapnya.
Selanjutnya, Airlangga menyampaikan Indonesia juga mendorong kesepakatan-kesepakatan baru lewat forum kerja sama bilateral Indonesia dan Amerika Serikat melalui Trade and Investment Framework Agreement (TIFA). Kata Politikus Partai Golkar itu, beberapa poin kerja sama di TIFA dianggap sudah tidak relevan, sehingga perlu adanya perubahan kesepakatan.
"TIFA sendiri secara bilateral sudah ada sejak 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi. Sehingga, kita akan mendorong berbagai kebijakan (baru) masuk dalam TIFA," imbuhnya.
Menko Perekonomian menambahkan, pengenaan tarif impor AS sebesar 32%, akan berdampak pada sektor makanan dan pakaian dari Indonesia. Sehingga, ada pertimbangan dari pemerintah untuk beralih atau shifting pasar produk-produk tersebut di luar negara Amerika Serikat.
"Ada pertimbangan mengenai shifting produk, itu yang kita perhatikan. Bagi Indonesia, itu ada kesempatan lain karena market-nya selama ini dari AS," ucapnya.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Analisis Kebijakan Makro-Mikro Kadin Indonesia, Aviliani menekankan pentingnya strategi negosiasi demi melindungi kepentingan nasional, khususnya sektor industri dan perdagangan.
“Kami setuju dilakukan negosiasi agar produk impor yang terdampak bisa dikeluarkan dari kebijakan tarif tersebut,” ujarnya.
Selain itu, Aviliani juga mengingatkan agar pemerintah mewaspadai potensi lonjakan impor dari negara lain yang bukan mitra utama seperti Amerika Serikat. Jangan sampai, katanya, kebijakan tarif resiprokal AS membuat Indonesia dibanjiri produk impor dari luar AS.
Lebih lanjut, Aviliani mendorong pemerintah menyiapkan langkah mitigasi. Salah satunya relaksasi perbankan atau kelonggaran dari pihak bank kepada perusahaan yang terdampak dari pengenaan tarif impor tinggi AS. Relaksasi itu dapat berupa penundaan pembayaran pinjaman atau penurunan bunga.
"Bagi perusahaan yang terkena dampak, relaksasi perbankan perlu dilakukan. Jangan sampai nanti efeknya default. Malah debiturnya yang sudah hancur, tambah hancur akibat tarif impor yang tinggi," pungkasnya. (H-4)