
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pemotongan hukuman eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) lewat persidangan peninjauan kembali (PK). Lembaga Antirasuah sejatinya menghormati keputusan hakim.
“Pertama, KPK tentu menghormati independensi atas putusan majelis hakim,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (3/7).
Putusan Hakim?
Budi mengatakan, putusan hakim tidak boleh diganggu gugat dalam sebuah persidangan. Namun, KPK menyoroti pemberian efek jera atas penyunatan hukuman untuk terpidana kasus korupsi pengadaan KTP-E itu.
“Tentu kita mesti memperhatikan bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi harus bisa betul-betul memberikan efek jera kepada para pelaku,” ucap Budi.
Hukuman Berat?
Budi meyakini hukuman berat bagi koruptor merupakan kemauan masyarakat. Sebab, korban dari kasus korupsi adalah rakyat.
“Tentu itu juga yang menjadi keinginan publik ya, karena memang korupsi ini dampaknya luar biasa dan masyarakat yang secara langsung mendapatkan dampak atas kerugian yang ditimbulkan,” ujar Budi.
Dikabulkan MA?
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permintaan peninjauan kembali (PK) kasus korupsi pengadaan KTP-E yang menjerat eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov). Hukuman dia diubah menjadi 12 tahun dan enam bulan penjara.
“Pidana penjara selama 12 tahun dan enam bulan,” tulis situs Kepaniteraan MA melalui keterangan tertulis, dikutip pada Rabu, 2 Juli 2025.
Sanksi Setnov?
Setnov sejatinya divonis 15 tahun penjara dalam kasus ini. Dalam PK, MA turut memberikan pidana denda Rp500 juta kepada eks Ketua DPR itu. Uang itu wajib dibayar dalam waktu sebulan, atau masa penjaranya ditambah enam bulan.
MA juga memberikan pidana uang pengganti USD7.300.000 kepada Setnov. Kewajiban itu dipotong Rp5 miliar, karena eks Ketua DPR itu sudah menitipkan uang ke penyidik KPK untuk disetorkan kepada negara. (Can/P-3)