Relaksasi TKDN Jadi Langkah Realistis Hadapi Kebijakan Tarif Impor AS

5 days ago 7
Relaksasi TKDN Jadi Langkah Realistis Hadapi Kebijakan Tarif Impor AS Ilustrasi(Antara)

Anggota Komisi VII DPR RI, Rycko Menoza menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah suatu langkah realistis dalam rangka menanggapi kebijakan tarif Bea Masuk Impor (BMI) Amerika Serikat terhadap Indonesia sebesar 32%. Ia menilai, tidak semua barang yang diproduksi dari dalam negeri bisa digunakan untuk produk-produk tertentu.

"Tantangan ini mudah-mudahan bisa semakin mendewasakan produk-produk lokal. Terutama kita jangan tergantung dengan pasar Amerika, sehingga ini tantangahn kita hdapai bersama,” ujar Rycko dikutip dari siaran pers yang diterima, Senin (14/4).

Meskipun AS memutuskan penundaan kenaikan tarif BMI tersebut hingga 90 hari mendatang, dirinya berharap hal tersebut dapat menjadi tantangan untuk Indonesia agar mampu bersaing dengan produksi negara, misalnya Tiongkok yang berkualitas relatif baik dengan harga lebih terjangkau.

“Saya kira tarif impor AS ini masih berjalan. Kita juga akan meminta solusi dari pemerintah. Karena ini kan tentu akan terjadi banyak PHK, karena dengan kondisi sekarang akan banyak perusahaan terkena imbas. Sehingga, kita menunggu bagaimana perkembangan presiden kembali ke Indonesia, sehingga kita berharap ini bisa diatasi secara cepat,” pungkas dia.

Sebagaimana diketahui, pada acara Sarasehan Ekonomi yang diselenggarakan pada Selasa (8/4/) lalu, Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan mengubah aturan terkait tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Menurut Prabowo, kebijakan ini membuat Indonesia menjadi tidak kompetitif dalam lanskap ekonomi internasional.

Secara singkat, di bawah rezim TKDN, produk-produk yang dijual di Indonesia sebagian harus diproduksi di Indonesia. Saat ini, batas minimal yang ditetapkan oleh pemerintah sebesar 25%. Bahkan, di beberapa produk seperti kendaraan listrik roda dua, tingkat TKDN ditarget mencapai 80%. Dalam perspektif yang lebih luas, aturan TKDN ini bisa dilihat sebagai hambatan dagang non-tarif (non-tariff barrier).

Sementara itu  dari World Bank menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki sejumlah batasan perdagangan, termasuk ketatnya aturan terkait dengan otorisasi, lisensi, perizinan, dan inspeksi untuk kepentingan ekspor impor. Jika dihitung, sejumlah aturan ini menghambat perdagangan dengan nilai sekitar Rp8 triliun tiap tahunnya. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |