
PROSES rekonstruksi bangunan yang rusak akibat gempa di Kabupaten Bandung pada 17 September 2024 lalu masih berlangsung. Salah satunya, pembangunan kembali sebuah masjid di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung.
Peresmian pembangunan kembali Masjid Al-Hidayah Salman dilakukan Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Tatacipta Dirgantara, Sabtu (10/5). Peresmian dilakukan bersama Pemerintah Kabupaten Bandung, dan sejumlah pihak lainnya.
Masjid berkonsep ramah gempa tersebut dibangun Rumah Amal Salman yang bekerja sama dengan para arsitek dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB.
Masjid Al-Hidayah mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi berkekuatan 5,0 magnitudo. Kerusakan terjadi di hampir seluruh bagian, mulai dari genteng yang berjatuhan, tembok utama mengalami retakan parah, dan struktur tiang tidak lagi berdiri secara stabil.
Masjid Al-Hidayah selama ini menjadi pusat kegiatan warga dari tiga RW dengan jumlah jamaah aktif mencapai 150 orang. Selain salat berjamaah dan salat Jumat, masjid ini rutin mengadakan pengajian pekanan dan bulanan. Namun, gempa bumi tersebut membuat masjid tidak lagi aman digunakan.
Sejak September 2024, Rumah Amal Salman melakukan kegiatan penanganan tanggap darurat bencana, mendampingi warga. Ada 13 shelter yang dibangun untuk tempat tinggal sementara warga.
Sementara itu, pembangunan Masjid Al Hidayah merupakan tahap lanjutan atau recovery pasca bencana.
Prof Tata mengungkapkan pembangunan masjid ini menjadi salah satu implementasi ITB yang berdampak dan berkontribusi bagi masyarakat.
“ITB adalah kampus milik bangsa. ITB ingin menjadi kampus kelas dunia namun juga berdampak bagi masyarakat. Jadi, ilmu yang ada harus implementatif dan diturunkan ke masyarakat. Semoga apa yang dilakukan menjadi amal jariyah yang tidak putus,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Rumah Amal Salman, Mipi Ananta Kusuma, menjelaskan bahwa pembangunan masjid dimulai sejak awal 2025. Konsep konstruksinya dirancang agar kokoh, ramah gempa, sekaligus memiliki estetika desain yang modern.
Masjid juga dilengkapi fasilitas pendukung untuk menunjang kenyamanan kegiatan ibadah dan sosial keagamaan masyarakat. Lantai parket dari kayu jati solid, diharapkan memberi kenyamanan di pedesaan dengan ketingian 1.500 meter di atas permukaan laut itu. .
“Gempa bumi yang terjadi September tahun lalu seolah membawa kegelapan. Namun masjid baru ini, insya Allah, akan membawa cahaya, baik secara harfiah maupun kiasan. Membawa cahaya harapan bagi warga dan seluruh pengunjung pedesaan yang indah ini,” ujar Mipi.
Dia menambahkan selain menjadi tempat ibadah, masjid ini ini akan difungsikan sebagai pusat kegiatan sosial, pendidikan Islam, dan pemberdayaan masyarakat. Di masa depan, masjid diharapkan menjadi ikon arsitektur modern yang membanggakan warga setempat.
Ramah Gempa, Sederhana yang Estetik
Andry Widyowijatnoko, Arsitek ITB menyampaikan konsep ramah gempa Masjid Al Hidayah diterjemahkan dengan struktur rangka beton bertulang yang memenuhi perhitungan ketahanan terhadap gempa.
Bentang dibuat tidak terlalu besar. Yang terpanjang di ukuran 7,15 meter, sehingga bangunan masjid sangat aman terhadap gempa. Konstruksi masjid menggunakan bata dengan rangka beton bertulang, serta struktur atap baja ringan dan kusen alumunium yang aman untuk digunakan.
“Konsep bangunan masjidnya adalah kesederhanaan desain, namun tetap memperhatikan kenyamanan jamaah,” ujarnya.
Ia menambahkan, ruang masjid mempertahankan konsep ruang masjid yang lama. Terdapat ruang utama masjid yang bisa ditutup rapat sebagai tempat salat utama yang dikelilingi oleh selasar yang menjadi tempat perluasan sholat.
Ruang utama masjid bisa ditutup rapat agar bisa mempertahankan kondisi yang hangat karena kondisi iklim di Kertasari yang relatif dingin.
Selain itu, keunikan dari konsep masjid ini adalah cahaya lampunya yang terang benderang, menambah keestetikan masjid di malam hari. Meski begitu, terangnya cahaya lampu tetap aman untuk kenyamanan mata dan aktivitas jemaah sehari-hari.