
DIREKTUR Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti berpendapat bahwa permohonan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) di satu daerah tidak perlu dibatasi, termasuk pada daerah yang sudah melakukan pemungutan suara ulang (PSU). Ia menilai, tidak ada aturan yang membatasi hal tersebut.
"Saya enggak terlalu setuju juga kalau di MK itu dibatasi sengketanya sampai beberapa kali karena itu enggak ada dasarnya," ujar Ray dalam diskusi bertajuk Menjaga Marwah MK: Independen, Konsisten dan Efisien dalam Menangani Sengketa Pilkada Pasca PSU yag digelar di Jakarta, Sabtu (10/5).
Jika dibatasi, Ray justru mengatakan terdapat politik uang yang makin masif. Sebab, pasangan calon kepala daerah dan tim pemenangannya tahu bahwa tidak akan ada lagi PSU ulang. "Politik uang (pada PSU) kedua lebih all-out, karena enggak akan ada lagi sengketa yang ketiga. Bahaya itu," katanya.
Harus ditentukan
Diterima atau tidaknya sebuah sengketa hasil PSU Pilkada 2024 harusnya ditentukan oleh MK sendiri. Dalam hal ini, MK yang mesti membuat batasan diterima atau tidaknya sebuah perkara sengketa hasil PSU pilkada.
Batasan yang harus dibuat MK itu juga harus meliputi dua aspek, yakni gugatan yang dimohonkan berhubungan langsung dengan persoalan jurdilitas penyelenggaran pilakda. Kedua, motivasi dari pemohon itu sendiri.
"Motivasi orang ini apa? Kalau hanya cari-cari celah aja, MK sendiri mengatakan enggak diterima sengketanya," ucap Ray Rangkuti.
Hukum kepemiluan
Mantan Ketua Bawaslu RI Abhan juga mengatakan bahwa PSU berulang dimungkinkan dalam sistem hukum kepemiluan di Tanah Air. Menurutnya, sengketa dapat diajukan selama ada produk Surat Keputusan KPU maupun Berita Acara KPU terkait penetapan hasil pasangan calon.
Namun, ia menjelaskan bahwa MK kerap bersikap progresif dalam menangani sengketa hasil pilkada. Meski ditemukan fakta adanya pelanggaran pada satu tempat pemungutan suara, Abhan mengatakan MK tak akan mengabulkan permohonan sengekta jika menilai selisih suaranya tidak signifikan untuk mengubah hasil.
"Analogi itu jadi pertimbangan MK soal efektif, efisiensi, dan substantif dalam pesoalan permohonan sengketa hasil kedua kali (PSU)," terang Abhan. (Tri/P-2)