
QATAR mengungkapkan "sedikit kemajuan" dalam pembicaraan yang bertujuan mencapai gencatan senjata baru dalam perang Israel di Gaza. Sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengajukan seruan mendesak agar Israel mencabut "blokade total dan menyeluruh" terhadap wilayah Palestina yang dibombardir dan terkepung itu.
Sumber medis mengatakan kepada Al Jazeera bahwa setidaknya 50 orang tewas dalam serangan Israel di beberapa wilayah Gaza sejak fajar pada hari Minggu.
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, Minggu (27/4), bertemu dengan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, dalam pembicaraan di Doha yang didominasi perang Israel di Gaza yang berlangsung 18 bulan.
"Kami melihat pada Kamis lalu ada sedikit kemajuan dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya, namun kami perlu menemukan jawaban untuk pertanyaan utama: bagaimana mengakhiri perang ini. Itu adalah inti dari seluruh negosiasi," kata Sheikh Mohammed, yang juga menjabat sebagai menteri luar negeri, dalam konferensi pers bersama.
Laporan media menyebutka Direktur Badan Intelijen Mossad Israel, David Barnea, melakukan perjalanan ke Doha, Kamis, untuk bertemu dengan Sheikh Mohammed dalam upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata baru antara Israel dan Hamas.
Perdana Menteri Qatar tidak merinci bagian mana dari pembicaraan gencatan senjata yang mengalami kemajuan dalam beberapa hari terakhir, tetapi ia mengatakan Hamas dan Israel masih berselisih mengenai tujuan akhir dari negosiasi.
Qatar sebagai mediator berusaha menghidupkan kembali gencatan senjata setelah kesepakatan sebelumnya runtuh ketika Israel menarik diri dan melanjutkan operasi militernya pada 18 Maret, hampir dua minggu setelah memberlakukan pengepungan total terhadap Gaza.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, mengatakan "pembersihan etnis yang dilakukan" Israel di Gaza bertentangan dengan hukum internasional dan hukum kemanusiaan.
"Bantuan kemanusiaan belum mencapai Gaza selama dua bulan terakhir. Ini adalah krisis kemanusiaan yang disaksikan seluruh dunia. Kita perlu menemukan cara untuk menghentikan agresi terhadap Gaza dan memastikan bantuan dapat sampai kepada orang-orang yang sangat membutuhkan," katanya kepada wartawan.
Sementara itu, PBB memperingatkan warga Palestina di Gaza menghadapi ancaman kelaparan, karena gudang-gudang Program Pangan Dunia (WFP) di seluruh wilayah tersebut kosong setelah kehabisan persediaan pekan lalu.
Pada Minggu, Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengatakan "pengepungan harus diakhiri," seraya menambahkan bahwa rakyat Gaza "telah terjerumus ke dalam siklus kekerasan mematikan dan kekurangan."
Dalam pernyataan sebelumnya, UNRWA mengatakan tidak ada alasan yang "dapat membenarkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina."
Pada hari Sabtu, Jonathan Whittall, kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) di Gaza, menuduh Israel "memperalat" bantuan dengan menolak memberikannya kepada warga Palestina yang mengungsi.
"Hari ini, orang-orang di Gaza tidak sedang bertahan hidup. Mereka yang tidak terbunuh oleh bom dan peluru perlahan-lahan sekarat," katanya. "Tidak ada pembenaran untuk penolakan bantuan kemanusiaan. Dan bantuan kemanusiaan tidak boleh diperalat."
Di tengah peringatan kelaparan di Gaza, Israel melanjutkan serangan udara di seluruh wilayah Palestina itu pada Minggu, menewaskan setidaknya 50 orang, termasuk anak-anak.
Setidaknya 52.243 warga Palestina telah dipastikan tewas dan 117.639 lainnya terluka dalam perang Israel di Gaza sejak dimulai 18 bulan lalu, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza. Diperkirakan 1.139 orang tewas di Israel dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, dan lebih dari 200 orang ditawan. (Al Jazeera/Z-2)