
PUSAT Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada menanggapi adanya berbagai Ketua lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang masuk dalam struktur Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Danantara.
Peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman menilai keterlibatan berbagai lembaga tersebut di dalam Danantara dapat menimbulkan terjadinya berbagai potensi konflik kepentingan. Menurutnya, mereka tersebut berada di luar struktur Danantara sebagai lembaga independen yang melakukan pengawasan.
“Komite Pengawasan dan Akuntabilitas juga diisi Ketua KPK, Ketua BPK, Ketua PPATK, Ketua BPKP, Kapolri, Jaksa Agung. Apa ini bisa meredam potensi korupsi? Tidak sama sekali. Fungsi dan wewenang Komite Pengawasan dan Akuntabilitas ini tidak jelas,” katanya kepada Media Indonesia pada Selasa (8/4).
Zaenur menyebut struktur Komite Pengawasan dan Akuntabilitas tidak tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2025, namun baru muncul secara tiba-tiba di PP Nomor 10 tahun 2025.
“Apakah dia ada di dalam Danantara? Tidak jelas. Ini di dalam atau di luar? Apa kewenangannya juga tidak diatur. Apa yang kemudian menjadi tugasnya? Tidak diatur. Ini masih sangat gelap yang semua terserah kepada Presiden,” imbuhnya.
Zaenur juga menyoroti posisi Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam struktur Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Danantara menuai sorotan. Ia menilai KPK seharusnya berada di luar struktur Danantara yang menjadi penyeimbang dengan diberikan akses untuk melakukan pengawasan.
“Seharusnya KPK tetap ada di luar tetapi harus diberi akses. Akses untuk apa? Akses untuk dapat melakukan pengawasan. Misalnya dari sisi auditnya, dari sisi laporan-laporannya, seharusnya KPK diberikan akses,” kata Zaenur.
Zaenur mengatakan bila KPK berada di dalam struktur Danantara, konflik kepentingan rawan terjadi dan netralitas KPK bisa tergadaikan. Dengan begitu, dia menilai akan muncul masalah baru.
“Tapi kalau KPK ada di dalam, maka itu akan menjadi potensi konflik kepentingan. Kalau suatu saat terjadi tindak pidana korupsi, sementara KPK menjadi bagian dari sistem itu sendiri, mau bagaimana? Apakah KPK bisa objektif kalau berada di dalamnya meskipun bukan di dalam organ? Justru akan bisa mengganggu netralitas dari KPK,” urainya.
Lebih lanjut, Zaenur menyebut seharusnya Komite Pengawasan dan Akuntabilitas diisi oleh profesional yang ditunjuk untuk bekerja melakukan pengawasan secara waktu penuh.
“Penempatan k-ketua lembaga negara di Danantara ini, saya melihatnya mereka lebih banyak dipandang sebagai tokenisme, yang juga di dalam fungsi oversight itu tidak akan optimal karena hanya sebagai tempelan, yang itu tidak dijelaskan keuntungannya untuk apa?” imbuhnya.
Hindari rangkap jabatan
Zaenur juga mengatakan bahwa secara aturan, organ kepengurusan Danantara dikategorikan sebagai bukan termasuk penyelenggara negara, namun realitanya di dalam susunan pengurusnya banyak diisi oleh penyelenggara negara yang menghadirkan rangkap jabatan.
“Susunan pengurus Danantara ini problematik dari banyak sisi dan aspek, banyak diisi menteri dan keluarga politisi yang juga tidak lepas dari kepentingan politik. Kalau masih rangkap jabatan, konflik kepentingannya akan sangat tinggi,” katanya.
Menurut Zaenur, ingin menghindari konflik kepentingan, satu-satunya cara adalah para penyelenggara negara yang rangkap jabatan pada kepengurusan Danantara, harus mengundurkan diri dari jabatannya.
“Ketika ada banyak rangkap jabatan seperti ini jelas sekali akan menimbulkan konflik kepentingan yang beragam. Bagaimana cara menyelesaikan agar tidak terjadi konflik kepentingan? Harus mundur dari jabatan-jabatan sebagai penyelenggara negara,” tukasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI) Danantara atau CEO, Rosan Perkasa Roeslani, mengumumkan daftar pengurus yang akan mengkomandoi Danantara. Banyak nama-nama yang sebelumnya berhembus di publik masuk dalam struktur kepengurusan lembaga sovereign fund ini.
Rosan mengaku, pihaknya bersama Direktur Operasional Dony Oskaria dan Direktur Investasi Pandu Patria Sjahrir merasa kesulitan untuk memilih siapa-siapa saja yang masuk struktur pengurus.
Dalam pemilihan struktur, Rosan juga dibantu oleh perusahaan perekrutan atau headhunter dalam negeri maupun dalam negeri. Selain itu, pemilihan ini juga melalui seleksi yang begitu ketat. (Dev/P-3)