
PENGAJAR hukum pidana pada Universitas Trisakti Azmi Syahputra mengatakan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24/2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi saksi pelaku alias justice collaborator (JC) haruslah selektif. Ia mengatakan, PP tersebut jangan sampai dijadikan alat transaksi jual beli status JC.
Menurut Azmi, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 4 PP tersebut telah memberikan dasar hukum yang jelas terkait efektifitas kualitas penegakan hukum maupun insentif kepada JC, yakni mereka yang bukan pelaku utama agar mau membantu aparat penegak hukum mengungkap tindak pidana, termasuk korupsi dan kejahatan terorganisasi.
Ia berpendapat, PP tersebut berpotensi menjadi instrumen efektif dalam kasus- kasus tertentu, misalnya megakorupsi dengan kerugian negara besar dan terorganisir. Tujuannya, untuk mengungkap aktor dan jaringan kejahatan yang lebih luas.
"Namun, penerapannya harus pula selektif, ketat dan berhati-hati mengacu pada standar hukum yang jelas untuk menghindari penyalahgunaan, terutama dalam kasus yang sensitif dan berpotensi politis," terangnya kepada Media Indonesia, Jumat (27/6).
Salah satu contoh yang diberikan Azmi terkait pengakuan dalam kasus dugaan korupsi perintangan penyidikan sejumlah perkara yang ditangani Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung dengan terdakwa Marcella Santoso.
Lewat tayangan video yang semapt diputar pihak Kejagung, menyatakan permintaan maaf karena telah menyebarkan narasi negatif soal Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sampai Presiden Prabowo Subianto. Ia juga menyinggung konten terkait petisi RUU TNI dan Indonesia Gelap.
Menurut Azmi, pengakuan Marcella yang kontroversial itu menegaskan perlunya perlindungan hukum dan prinsip due process of law agar pemberian status JC tidak menimbulkan penyesatan publik atau tekanan yang merugikan keadilan.
"Termasuk kekhawatiran muncul terkait potensi jual beli status justice collaborator yang bisa merusak integritas proses hukum jika tidak diawasi dengan ketat," jelasnya.
Oleh karena itu, Azmi mengatakan keberhasilan PP 24/2025 sangat bergantung pada penerapan yang adil, transparan, bebas dari intervensi politik, dan tidak tunduk pada transaksi. Di sisi lain, diperlukan aparat penegak hukum yang berintegritas dan saling mengawasi serta lembaga independen sebagai pengawas pelaksanaan PP JC. (P-4)