
KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) terus memperkuat sinergi dengan berbagai pihak dalam menjaga keseimbangan ekosistem perunggasan nasional, khususnya komoditas telur ayam ras. Pada tahun ini, Indonesia mencatatkan capaian membanggakan sebagai produsen telur terbesar ketiga di dunia setelah Tiongkok dan Jepang, dengan potensi produksi mencapai 6,52 juta ton atau setara 104,17 miliar butir.
Dengan kebutuhan nasional sebesar 6,22 juta ton, Indonesia mencatat potensi surplus sebesar 295 ribu ton atau 4,5%. Surplus ini menjadi peluang strategis untuk memperluas jangkauan program MBG, memperkuat peran UMKM peternakan, serta meningkatkan pemerataan distribusi telur antarwilayah.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menegaskan bahwa Kementan terus memantau dinamika pasar dengan pendekatan kolaboratif dan responsif.
“Produksi telur nasional mengalami peningkatan yang luar biasa. Ini adalah potensi besar yang harus dikelola dengan baik agar memberi manfaat maksimal bagi peternak dan masyarakat,” ujar Agung dikutip dari siaran pers yang diterima, Minggu (20/4).
Di samping meningkatnya produksi, berbagai tantangan juga muncul, salah satunya adalah fluktuasi harga pasca-Lebaran akibat penurunan permintaan sekitar 30%.
Untuk mengantisipasi hal itu, Kementan telah mengeluarkan surat edaran tertanggal 11 April 2025 yang memperkuat pengawasan peredaran telur fertil dan infertil untuk konsumsi sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2024 guna menjaga psikologis pasar terhadap tekanan harga telur. Selain itu, Kementan juga mendorong intervensi dari perusahaan pakan (feedmill) untuk membantu peternak UMKM melalui berbagai skema dukungan agar peternak tidak melakukan panic selling saat harga telur anjlok.
Dalam rapat koordinasi lintas kementerian, lanjut Agung, Kementan mengusulkan penyerapan telur rakyat oleh koperasi pegawai di instansi pemerintah pusat dan daerah. Penyerapan juga diusulkan masuk dalam program Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) oleh Badan Pangan Nasional, baik untuk MBG maupun penanganan stunting.
"Pemerintah daerah juga diminta memfasilitasi distribusi telur dari sentra produksi ke wilayah defisit. Skema pertukaran dengan jagung dari daerah lain juga sedang dipertimbangkan untuk menekan ongkos distribusi dan meningkatkan efisiensi logistik. Kementan siap membantu memfasilitasi dari sisi teknis persyaratan lalu lintas telurnya," bebernya.
Di sisi lain, peran kekompakan peternak rakyat menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas harga. Kementan mengimbau agar para peternak, khususnya peternak layer mandiri, tidak melakukan panic selling dan secara bersama-sama menekan harga agar tetap sehat di pasar.
“Penyelesaian utama dari fluktuasi harga saat ini adalah kebersamaan dan kekompakan para peternak dalam mengatur tata niaga dan penjualan telur. Pemerintah kabupaten/kota juga sangat dibutuhkan untuk menjaga koordinasi antarpeternak agar harga tetap stabil dan peternak sejahtera,” tegas Agung.
Dengan 95% produksi telur nasional berasal dari peternak mandiri, Kementerian Pertanian memastikan bahwa keberpihakan terhadap peternakan rakyat tetap menjadi prioritas. (H-3)