
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di Kabupaten Barito menjadi tamparan keras kepada banyak pihak, termasuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Terlebih, Putusan MK Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 itu didasarkan atas praktik politik uang dari para pasangan calon.
Selain memerintahkan PSU ulang, MK juga mendiskualifikasi dua pasangan calon bupati dan wakil bupati yang berkontestasi sebelumnya, yakni Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya.
"Putusan ini merupakan tamparan keras bagi partai politik pengusung, pasangan calon, jajaran Bawaslu, maupun pemilih. Semestinya semua pihak harus bisa saling mengingatkan untuk menahan diri dan juga mencegah berbagai upaya dan tindakan untuk melakukan pratik pembelian suara dalam proses pemilihan," kata Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini kepada Media Indonesia, hari ini.
Sejatinya, sambung Titi, putusan itu menekankan ketidakmampuan Bawaslu Kalimantan Tengah untuk menggunakan kewenangannya secara optimal dan kontekstual dalam menangani laporan pelanggaran administratif politik uang yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif pada saat pelaksanaan PSU.
Menurutnya, putusan MK itu juga harus menjadi efek jera bagi semua pihak yang terlibat dalam kontestasi pemilihan agar tidak mencoba-coba dan tergoda untuk melakukan perbuatan ilegal dalam pembelian suara. Di sisi lain, pemilih juga diingatkan soal sikap permisif selama ini yang menerima suap politik uang.
"Ini bisa berdampak buruk bagi masa depan daerah karena PSU bisa terjadi berkali-kali. Pemilih yang transaksional ikut berkontribusi merugikan keuangan daerah," terangnya.
Dalam sidang pembacaan putusan atas Perkara Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait sengketa hasil Pilkada Kabupaten Barito Utara 2024. Lewat putusan tersebut, MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 H Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya.
"Menyatakan diskualifikasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 1 dan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati nomor urut 2 dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024," ujar Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang MK, Jakarta, kemarin.
Dengan demikian, KPU harus menggelar pilkada ulang dalam jangka waktu 90 hari dengan pasangan calon bupati-wakil bupati baru.
Hakim konstituisi Guntur Hamzah mengungkap, Mahkamah menemukan bukti praktik money politics atau politik uang yang masif yang dilakukan kedua pasangan calon. Pembelian suara guna memenangkan pasangan nomor urut 2, misalnya, mencapai Rp16 juta untuk satu pemilih.
"Bahkan, Saksi Santi Parida Dewi menerangkan telah menerima total uang Rp64.000.000 untuk satu keluarga,” terang Guntur.
Praktik yang sama juga dilakukan oleh pasangan nomor urut 1 yang membeli suara pemilih dengan nominal Rp6,5 juta dan disertai janji untuk diberangkatkan ibadah umrah jika menang. Ada pula keterangan dari saksi Edy Rakhman yang mengaku menerima total uang sebesar Rp19,5 juta untuk satu keluarga.(Tri/P-1)