
KOORDINATOR Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah membuat tidak ada lagi diskriminasi bagi jenjang karier guru untuk menjadi kepala sekolah.
“Ini sebenarnya mengembalikan bahwa tidak ada diskriminasi bagi semua guru untuk menjadi calon kepala sekolah karena itu merupakan bagian dari pengembangan dan peningkatan karier kepala sekolah, karir guru maksudnya gitu. Nah karena di Permendikdasmen 7/2025 ini tidak lagi memberikan tempat istimewa atau eksklusif bagi program guru penggerak gitu yang dibuat di era Nadiem Makarim yang bagi kami memberikan ruang khusus istimewa bagi guru-guru tertentu untuk menjadi kepala sekolah,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Jumat (6/6).
Lebih lanjut, menurutnya tujuan awal dari program guru penggerak dibentuk adalah untuk peningkatan kompetensi dan meningkatkan kualitas guru.
“Hal itu tidak terjadi. Makanya kemudian karena pendaftarnya kurang di awal guru penggerak dibuat, lalu Kemdikbud-Ristek saat itu mengganti guru penggerak itu bukan sebatas lagi bagian dari peningkatan kompetensi melainkan juga sebagai syarat calon kepala sekolah makanya kemudian berduyun-duyun lah para guru-guru untuk mengikuti program guru penggerak karena dijanjikan menjadi kepala sekolah atau sebagai syarat mutlak untuk menjadi kepala sekolah,” kata Satriwan.
Satriwan menekankan bahwa Permendikdasmen 7/2025 ini secara egaliter memberikan kesempatan yang sama untuk membuat guru dapat menjadi kepala sekolah.
“Karena memang kita kekurangan kepala sekolah. Di tahun 2025 ini lebih dari 40 ribu sekolah itu tidak memiliki kepala sekolah gitu. Kami memang berharap dengan adanya Permendikdasmen 7/2025 ini dapat mendorong guru-guru yang memenuhi kualifikasi untuk menjadi kepala sekolah,” tegasnya.
Menurutnya persoalan kekurangan kepala sekolah sampai 40 ribu lebih ini bukan hanya dalam periode 2005-2024 saja, tapi akumulasi dari sistem rekrutmen kepala sekolah di Indonesia.
“Dengan lahirnya Permendikdasmen 7/2025 ini tidak ada lagi diskriminasi bagi guru untuk menjadi kepala sekolah karena syaratnya adalah kepala sekolah itu harus mengikuti pendidikan calon kepala sekolah sebagaimana sistem yang sudah ada dulu ya sebelum Nadiem Makarim mengubahnya,” ujar Satriwan.
Dia pun berharap para alumni guru penggerak tidak berkecil hati dengan aturan baru ini. Pasalnya menurut dia sebenarnya tujuan awal dari program guru pengerak adalah wahana untuk peningkatan kualitas dan kompetensi guru, bukan semata-mata menjadi syarat manajerial.
“Guru pengerak yang sudah purna bakti saat ini itu bisa mengembangkan diri dan memberikan contoh praktik baik dari ilmu keterampilan yang sudah mereka dapatkan selama mengikuti program guru penggerak di era kepemimpinan Nadiem Makarim untuk kemudian diimplementasikan,” jelasnya.
“Jangan sampai ilmu atau keterampilan yang sudah mereka dapatkan itu hanya sebatas orientasi untuk menjadi kepala sekolah. Lebih penting dari itu adalah bagaimana keterampilan pengetahuan yang sudah didapatkan selama program guru penggerak waktu itu kemudian diimplementasikan dalam proses pembelajaran, kemudian dicontohkan untuk membangun ekosistem pembelajaran di sekolah yang betul-betul sesuai dengan filosofi pendidikan itu sendiri,” pungkas Satriwan. (H-2)