
EKONOM dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai perang dagang yang dipicu oleh Amerika Serikat dan diikuti dengan retaliasi dari Meksiko, Kanada, dan Tiongkok berpotensi melemahkan ekonomi Indonesia. Gejolak perang dagang itu bakal berdampak dan merembes ke perekonomian Tanah Air.
“Sama seperti periode pertama Trump pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya di angka 5% secara rata-rata. Perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika membuat permintaan barang dari negara lain untuk masuk ke dua negara tersebut akan terhambat. Pasti dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi dari sisi perdagangan luar negeri akan tertekan,” jelasnya saat dihubungi, Kamis (6/3).
Gangguan kinerja ekonomi di Tiongkok, kata Huda, bakal berpengaruh ke Indonesia. Itu terutama dari sisi perdagangan, mengingat Negeri Tirai Bambu merupakan negara mitra dagang utama Indonesia.
Permintaan barang-barang mentah dari Tiongkok diperkirakan akan berkurang dan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Apalagi diketahui Tiongkok merupakan pengimpor bahan baku utama dari Indonesia. “Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi sulit untuk tumbuh secara optimal karena faktor ekonomi global yang memanas dan saling blokade perdagangan,” jelas Huda.
Dia menambahkan kebijakan dagang yang diterapkan AS saat ini serupa dengan yang dilakukan pada periode pertama ketika Trump menjabat sebagai presiden. Itu mendorong pelambatan ekonomi dunia dan mengganggu kinerja perekonomian sejumlah negara.
“Kebijakan Trump berupa American First, bisa menghambat arus masuk produk ke pasar domestik AS. Barang tekstil Indonesia bisa semakin tertekan,” pungkas Huda. (Mir/M-3)