
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengambil Mobil Mercedes Benz milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dari bengkel. Kendaraan itu kini berstatus titip rawat.
"Informasi yang saya dapatkan untuk mobil tersebut sementara dititiprawatkan kepada pemilik bengkel," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, hari ini.
Tessa mengatakan, Mercy milik Ridwan Kamil merupakan barang bukti atas kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank BJB. Pemilik bengkel harus menjaga barang itu, dan tidak boleh mengubah bentuknya, atau menghilangkannya.
"Artinya, pemilik bengkel memiki kewajiban untuk menjaga kendaraannya sebaik mungkin," ujar Tessa.
KPK bakal rutin mengecek mobil tersebut. Pemantauan penting agar kondisi aset tidak rusak untuk kebutuhan pembuktian perkara.
"Tentu dari kita punya pengelola barang bukti, mungkin secara berkala akan mengecek kendaraan tersebut sampai sejauh mana kondisinya dan tentunya kalau seandainya kendaraan itu sudah laik dan bisa digeser ke Rupbasan, pasti akan digeser ke Rupbasan," ujar Tessa.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah. (Can/P-1)