
MEDIAINDONESIA.COM 20 Mei 2025 menurunkan berita berjudul ‘Covid-19 Merebak di Singapura dan Hong Kong, Masyarakat Diminta Waspada’. Berita terbaru disampaikan oleh Mediaindonesia.com pada 2 Juni 2025 dengan judul ‘Covid-19 Menggila di Thailand, 52 Orang Meninggal Dunia’. Di pihak lain, pemerintah Malaysia mencatat terdapat rata-rata 600 kasus covid-19 per minggu. Sementara itu, Singapura mencatat peningkatan signifikan kasus mingguan, dari 11.100 kasus menjadi 14.200 kasus selama periode 27 April hingga 3 Mei 2025, dan angka masuk rawat rumah sakit di sana juga meningkat dari 102 menjadi 133.
Sebenarnya ini bukan hanya menjadi pembicaraan di Asia. Kebetulan saya sedang di Australia sebagai Adjunct Professor Griffith University Brisbane ketika 22 Mei 2025 disampaikan laporan kasus covid-19 pada berbagai rumah jompo di sana.
Perkembangan kasus ini akhirnya membuat Kementerian Kesehatan kita juga bereaksi. Pada Sabtu, 31 Mei 2025, berbagai media massa memberitakan bahwa Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran tentang kewaspadaan covid-19 ini.
PERKEMBANGAN VARIAN
Bila ada peningkatan kasus covid-19, baik ketika pandemi berkecamuk maupun kini, maka sering kali diasosiasikan dengan kemungkinan adanya varian atau subvarian baru. Data yang ada kini memang beragam. Sejauh ini kasus-kasus yang ada di negara tetangga masih disebabkan oleh bagian dari virus covid-19 varian omikron.
Di Singapura, misalnya, varian omikron masih mendominasi, dengan subvarian JN.1 dengan turunannya seperti LF.7 dan NB.1.8., yang merupakan dua pertiga dari kasus di negara itu. Singapura menyatakan tidak ada indikasi bahwa varian ini lebih mudah menular atau lebih berat daripada varian sebelumnya. Disebutkan bahwa peningkatan kasus tampaknya terjadi karena berbagai faktor, termasuk penurunan imunitas populasi secara umum.
Di Thailand, dilaporkan ada omikron varian XEC. Varian ini merupakan galur rekombinan baru yang pertama kali ditemukan di Jerman pada Juni 2024, merupakan hybrid dari dua subvarian, KS.1.1 (FLiRT) dan KP.3.3 (FLuQE). XEC ini mengandung beberapa mutasi yang memang membuatnya lebih mudah menular, dan kini di temukan pada setidaknya 15 negara di Eropa, Amerika Utara, dan Asia.
Data dari Amerika Serikat, Inggris, dan Tiongkok menunjukkan bahwa XEC ini lebih cepat 84%–110% menyebarnya ketimbang subvarian omikron lain sehingga menyebabkan 10%-20% kasus baru di beberapa kawasan. Belum ada penjelasan tentang ada tidaknya XEC di negara kita.
Surat edaran Kementerian Kesehatan yang banyak diberitakan pada 31 Mei 2025 menyebutkan bahwa varian covid-19 dominan yang menyebar di Thailand ialah XEC dan JN.1, di Singapura LF.7 dan NB.1.8 (turunan JN.1), di Hong Kong JN.1, dan di Malaysia XEC (turunan JN.1)
APA YANG PERLU DILAKUKAN
Untuk kita di Indonesia, setidaknya ada tiga hal yang perlu jadi perhatian. Pertama, pemerintah harus terus meningkatkan surveilans epidemiologis untuk mengetahui jumlah kasus dan kematian serta pasien di pelayanan kesehatan, serta surveilans genomik untuk mengetahui varian atau subvarian apa yang masih dan sedang beredar.
Tercatatnya peningkatan di beberapa negara tetangga kita, tentu terjadi karena mereka melakukan surveilans kasus serta pencatatan dan pelaporan dengan sistematis dan sangat baik. Bukan hanya ketika pandemi berkecamuk, tetapi juga pada keadaan ‘biasa’.
Malaysia, misalnya, masih tetap memberlakukan Prevention and Control of Infectious Diseases Act 1988 [Act 342], di mana semua fasilitas pelayanan kesehatan di Malaysia, baik pemerintah maupun swasta, harus melaporkan secara real time semua kasus covid-19 yang mereka temui. Informasi rutin tentang pola dan perkembangan covid-19 di negara kita tentu akan baik kalau secara berkala diinformasikan secara luas.
Kedua, tentang vaksinasi. Anjuran umum bagi kelompok risiko tinggi ialah untuk mendapatkan vaksinasi covid-19 setahun sesudah vaksinasi terdahulu. Waktu saya di New York untuk menikahkan putri saya awal Mei 2025 lalu, di berbagai toko farmasi CVS besar di New York selalu ada pojok untuk vaksinasi, termasuk juga covid-19, walaupun tidak ada peningkatan kasus di sana sekarang ini.
Seperti disampaikan di atas bahwa di Singapura JN.1 juga merupakan varian yang dominan beredar, dan JN.1 pula yang digunakan untuk formulasi vaksin covid-19 yang dipakai di negara Singapura. Kita tampaknya belum ada data tentang varian/subvarian apa yang beredar di Indonesia yang secara jelas dihubungkan dengan ketersediaan vaksin di sini.
Ketiga, kita tentu perlu memantau dengan intensif pola perubahan epidemiologis negara tetangga dan juga negara-negara lain di dunia, antara lain dengan kerja sama ASEAN dan juga dengan WHO. Hanya dengan perkembangan data yang jelas, kebijakan yang tepat dapat dilakukan.
Kita perlu menyadari bahwa covid-19 memang masih ada di tengah kita. Jadi karena ada kasus, tentu saja ada kemungkinan variasi peningkatan kasus dari waktu ke waktu. Yang penting, variasi epidemiologis ini dipantau ketat, bukan hanya perubahan jumlah kasus dan kematian, tetapi juga pola genomiknya.
Secara umum, pada saat ini tentu tidak diperlukan pembatasan kedatangan warga dari negara tetangga, dan belum perlu juga pembatasan kunjungan warga kita ke negara tetangga. Untuk kita anggota masyarakat, perilaku hidup bersih sehat (PHBS) harus terus kita jaga dan terapkan. Ini akan meningkatkan daya tahan tubuh kita, baik menghadapi kemungkinan covid-19 maupun penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Ingatlah bahwa kesehatan merupakan aset utama kita, yang perlu selalu kita jaga dan beri prioritas utama.
Akhirnya secara umum kita dapat katakan bahwa peningkatan kasus covid-19 di beberapa negara tetangga perlu kita amati dengan cermat. Tentu tidak perlu panik, tetapi jelas harus waspada.