
PENDIRI Universitas Malahayati dan Ketua Pembina YATBL Rusli Bintang angkat bicara di tengah kisruh internal yang terus bergulir di kampus yang didirikan lebih dari tiga dekade lalu.
Rusli menyampaikan kampus itu bukan untuk diwariskan kepada anak-anaknya, tetapi untuk diabdikan kepada masyarakat dan kemanusiaan.
“Saya bangun yayasan ini bukan untuk diwariskan, tetapi untuk amal. Kampus ini milik publik, bukan milik pribadi atau keluarga,” kata Rusli melalui keterangan tertulis, Rabu (16/4).
Pernyataan Rusli muncul menyusul langkah sejumlah pihak yang mengklaim kembali kepemimpinan Universitas Malahayati.
Langkah tersebut dilakukan secara sepihak, tanpa kuorum pengurus, dan tanpa persetujuan Pembina yang menurut Undang-Undang Yayasan merupakan organ tertinggi.
Rusli menyebutkan semua keputusan kelembagaan telah dijalankan sesuai hukum, dan telah melewati proses resmi.
Dia merujuk pada Akta Notaris Nomor 243 Tanggal 17 Januari 2025 yang dibuat di hadapan Notaris Ifvan Mursito, S.H., M.Kn., dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui SK AHU-AH.01.06-0050183 Tanggal 5 November 2024.
“Ini bukan sekadar akta, ini adalah produk hukum negara yang mengikat. Siapa pun yang mengabaikannya, berarti mengabaikan sistem hukum kita,” lanjutnya.
Atas dasar akta tersebut, pengangkatan kembali Dr. Achmad Farich, dr., M.M. sebagai rektor dilakukan secara sah melalui SK YATBL Nomor 075/SK/ALTEK/X/2024 dan Surat Penetapan Nomor 014/SP/YATBL/III/2025 Tanggal 17 Maret 2025.
Kedua surat ini telah diperkuat secara administratif oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Surat Nomor 0945/B3/DT.03/08/2025 Tanggal 25 Maret 2025.
Rusli mengaku sedih karena konflik ini tidak hanya mencoreng nama baik yayasan, tetapi juga membuat mahasiswa dan civitas akademika menjadi korban kegaduhan.
Dia juga menyayangkan konflik ini telah menyeret urusan keluarga ke ruang publik, bahkan hingga ke ranah hukum.
“Saya tidak gentar dengan tekanan. Namun, saya khawatir kalau kampus ini kehilangan arah. Kalau pendidikan jadi ajang perebutan kuasa, kita semua gagal,” ucapnya.
Rusli juga menegaskan bahwa yayasan tidak dapat diwariskan, sebagaimana diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Dalam undang-undang itu dijelaskan bahwa harta dan wewenang yayasan bersifat nirlaba dan tidak dapat dimiliki secara pribadi. Rusli menyerukan kepada semua pihak untuk kembali pada substansi hukum dan semangat awal pendirian kampus.
“Kampus ini lahir dari nilai pengabdian. Jangan wariskan kebencian kepada generasi muda. Mari jaga marwah pendidikan,” pungkas Rusli. (M-3)