Dari Silaturahmi ke Filantropi: Halalbihalal, Mengubah Mustahik Jadi Muzaki Produk Halal

2 days ago 9
 Halalbihalal, Mengubah Mustahik Jadi Muzaki Produk Halal Ketua BAZNAS RI, Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA(Dok. Baznas)

SEJARAH mencatat, sejak lama halalbihalal telah menjadi tradisi khas Indonesia yang mengisi ruang-ruang sosial pasca-Idul Fitri pada bulan Syawal. Namun, di tengah dinamika bangsa yang semakin berkemajuan, perlu melakukan pembacaan ulang terhadap makna mendalam dari khazanah kultural ini.

Walau sebagian besar umat Muslim Indonesia melaksanakan halalbihalal, namun perlu terus didorong untuk lebih memahami dimensi sosial-ekonominya. Dengan menggelorakan gerakkan  cinta zakat dan filantropi Islam untuk semakin mendorong percepatan putaran roda ekonomi syariah.

Fenomena ini memacu dan memicu semangat mentransformasikan halalbihalal menjadi gerakan kolektif untuk pemberdayaan mustahik dan mengoptimalisasi peran muzaki untuk penguatan ekonomi syariah nasional.  

Sebab, halalbihalal sering dipahami sekadar sebagai ajang silaturahmi. Padahal, nilai ekonomi syariah yang terinspirasi dari spirit kebersamaan seperti halalbihalal tumbuh signifikan setiap tahun, dengan partisipasi mustahik sebagai pelaku usaha terus meningkat. Ini membuktikan bahwa tradisi ini bukan hanya ritual, melainkan katalis pemberdayaan ekonomi umat. 

Esensinya jauh lebih dalam: ia adalah manifestasi nilai-nilai sosial-ekonomi syariah yang mampu menggerakkan pemberdayaan mustahik (penerima zakat) dan memperkuat regulasi halal. Dalam konteks keindonesiaan, halalbihalal tidak hanya mempertemukan manusia, tetapi juga menjadi katalis bagi penguatan ekonomi syariah, etika sosial, dan produksi halal yang berkelanjutan.  

Dalam perspektif sosiologis, halalbihalal adalah social capital yang memperkuat kohesi bangsa. Nilai-nilainya telah melahirkan ekosistem ekonomi syariah, mulai dari perbankan hingga industri halal. Kemudian, regulasi seperti Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH), juga lahir dari semangat ini. Legislasi yang tidak hanya menjamin kehalalan, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi mustahik.  

Regulasi Halal: dari Konsep ke Aksi Nyata 

UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menjadi bukti nyata kolaborasi ulama, pemerintah, dan pelaku usaha. Regulasi ini mendorong pertumbuhan industri halal Indonesia, yang diprediksi mencapai 281 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada 2025, menurut State of the State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023.  

Sementara SGIE Report 2024 mencatat, pengeluaran Muslim dunia untuk produk halal mencapai 2,4 triliun dolar AS dan diprediksi akan terus meningkat hingga 3 triliun dolar AS pada 2025. Di Indonesia, proyeksi konsumsi halal mencapai Rp 281,6 miliar dengan kontribusi industri halal terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dan berkira-kira mencapai Rp 11,7 triliun atau 48,34% dari PDB pada 2025.

Di sisi lain, dari segi hukum, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, semakin menegaskan prinsip kehalalan harta. BAZNAS memastikan zakat tidak hanya disalurkan, tetapi juga dimanfaatkan untuk pemberdayaan mustahik untuk pengentasan kemiskinan, sesuai pesan Al-Qur’an:  

“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah. Apakah dia (manusia) itu mengira bahwa tidak ada seorang pun yang berkuasa atasnya? Dia mengatakan, “Aku telah menghabiskan harta yang banyak.” Apakah dia mengira bahwa tidak ada seorang pun yang melihatnya? Bukankah Kami telah menjadikan untuknya sepasang mata, lidah, dan sepasang bibir, serta Kami juga telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)? Maka, tidakkah sebaiknya dia menempuh jalan (kebajikan) yang mendaki dan sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (Itulah upaya) melepaskan perbudakan atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang memiliki hubungan kekerabatan atau orang miskin yang sangat membutuhkan.” (QS. Al-Balad: 4-16).  

Dalam perspektif sosiologis, halalbihalal berfungsi sebagai social glue yang merekatkan hubungan antarindividu dan komunitas. Nilai-nilai silaturahmi ini kemudian menginspirasi terciptanya ekosistem ekonomi syariah yang inklusif. Sehingga, aset perbankan syariah Indonesia terus bertumbuh setiap tahun, dengan partisipasi muzaki dan mustahik sebagai nasabah juga meningkat. Hal ini membuktikan bahwa semangat halalbihalal—yang berorientasi pada keadilan dan kebersamaan—telah merambah sektor riil.  

Lebih dari itu, tradisi ini juga mendorong kolaborasi antara ulama, pemerintah, dan pelaku usaha. Regulasi seperti UU Jaminan Produk Halal (JPH) lahir dari semangat kebersamaan ini, tidak hanya menjamin kehalalan, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi mustahik.

Secara sosial, halalbihalal relevan di tengah upaya Pemerintah Presiden Prabowo-Wapres Gibran merealisasikan Asta Cita: delapan misi menuju Indonesia Emas 2045. Konsep ini mengajak Masyarakat untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan, sebagaimana firman Allah:  

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan, dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.” (QS. Fathir: 32).  Ayat ini mengisyaratkan pentingnya self-correction dan berlomba dalam kebaikan, baik di ranah sosial maupun ekonomi dalam konteks filantropi untuk pemberdayaan mustahik dan pengentasan kemiskinan.  

Tradisi yang Mencerahkan Masa Depan  

Halalbihalal telah melampaui makna tradisionalnya. Ia kini menjadi gerakan sosial, ekonomi, dan hukum (regulasi) yang berbasis nilai agama. Dengan sinergi semua pihak, tradisi ini akan terus melahirkan inovasi bagi kesejahteraan umat.  

Halalbihalal bukan sekadar ritual tahunan, melainkan platform multidimensi untuk memperkuat pilar-pilar bangsa—dari ekonomi syariah, regulasi halal, hingga etika bernegara. BAZNAS, melalui program seperti “Perusahaan Taat Zakat” dan pendampingan mustahik, berkomitmen menjadikan tradisi ini sebagai benchmark pembangunan berkelanjutan.  

Semangat halalbihalal harus menjadi pemicu strategi pemberdayaan yang progresif, inovatif, dan terukur. Dengan kolaborasi semua pihak, nilai-nilai luhur ini akan terus menginspirasi lahirnya kebijakan dan aksi nyata bagi Upaya menyejahterakan umat dan bangsa.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |