
PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Banyumas segera membangun 12 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di sejumlah kecamatan yang belum memiliki layanan pengelolaan sampah. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari percepatan penanganan sampah yang masih menyisakan pekerjaan rumah cukup besar.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas, Widodo Sugiri, menyebutkan produksi sampah di wilayahnya mencapai sekitar 700 ton per hari, berasal dari hampir dua juta penduduk. “Dari total itu, baru sekitar 493 ton per hari yang tertangani oleh 36 Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang saat ini aktif. Artinya, sekitar 30% sampah masih belum terkelola,” ujarnya, Kamis (12/6).
Atas arahan Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, pembangunan TPST akan difokuskan ke wilayah yang belum memiliki fasilitas pengelolaan sampah seperti Gumelar, Lumbir, Somagede, Kemranjen, dan Tambak. Selama ini, pengelolaan di wilayah tersebut masih ditopang oleh kecamatan tetangga, seperti Sumpiuh, yang dinilai kurang efisien karena jarak yang cukup jauh.
“Tahun depan, kami akan mulai pembangunan 12 TPST di wilayah-wilayah tersebut,” ucap Sugiri.
Dalam pengembangan sistem pengelolaan sampah, Banyumas juga menerima dukungan dari United Nations Capital Development Fund (UNCDF) berupa hibah senilai 150.000 dolar AS yang akan disalurkan melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Banyumas Investama Jaya (BIJ) dan lembaga mitra Greenprosa. Dari jumlah tersebut, BIJ menerima alokasi 120 ribu dolar AS untuk meningkatkan produksi Refuse Derived Fuel (RDF) di TPST Kedungrandu II dari 8 ton menjadi 56 ton per hari secara bertahap. Sementara Greenprosa akan menyalurkan hibah sebesar 30 ribu dolar AS kepada KSM guna memperkuat kapasitas pengolahan sampah.
Menurut Sugiri, RDF di Banyumas saat ini diproduksi oleh dua pihak, yaitu DLH dan BIJ. Namun, produksi RDF yang dikelola DLH di Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan (TPA BLE) mengalami penurunan signifikan. “Sebelumnya bisa mencapai 70–80 ton per hari. Tapi karena ada kerusakan alat, produksinya sekarang tinggal 30 ton per hari,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal itu, DLH tengah mengupayakan pengadaan alat baru dan perbaikan peralatan lama agar produksi RDF yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif bagi industri semen dan pembangkit listrik bisa kembali normal. Dengan kehadiran BIJ sebagai mitra, Sugiri optimistis penanganan sampah plastik menjadi RDF tak lagi sepenuhnya dibebankan ke DLH. Bahkan, ia membuka peluang masuknya investor baru untuk memperkuat sistem pengelolaan residu sampah di daerah.(M-2)