Pemerintah Perkuat Peran APBN untuk Aksi Pengendalian Perubahan Iklim

13 hours ago 2
Pemerintah Perkuat Peran APBN untuk Aksi Pengendalian Perubahan Iklim Foto udara kincir angin Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.(Antara)

PEMERINTAH terus memperkuat peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam mendukung aksi pengendalian perubahan iklim. Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Kementerian Keuangan Boby Wahyu Hernawan menegaskan APBN telah memainkan peran penting melalui sejumlah instrumen fiskal, mulai dari insentif perpajakan, alokasi anggaran lintas kementerian/lembaga (KL), hingga pembiayaan inovatif seperti green sukuk dan blue bond.

“Apa yang APBN telah lakukan dalam pengendalian perubahan iklim? Tentunya APBN sudah memberikan fasilitas perpajakan, misalnya untuk stimulus industri-industri tertentu, misalnya industri atau pengembangan EBT, energi baru-terbarukan, kendaraan listrik, tentunya dan industri teknologi,” ujar Boby dalam acara kick off penyusunan National Adaptation Plan di Jakarta, Jumat (2/5). 

Selain fasilitas perpajakan, APBN juga dialokasikan ke berbagai kementerian/lembaga untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Penandaan iklim atau climate budget tagging menjadi instrumen penting untuk memastikan arah dan efektivitas belanja negara.

“Jadi APBN sudah didistribusikan ke berbagai KL, dan KL melakukan perencanaan dan belanja di berbagai sektor, termasuk untuk aksi mitigasi dan adaptasi, dan kami di Kementerian Keuangan melakukan penandaan iklim, penandaan penganggaran iklim atau climate budgeting,” ungkap Boby.

Selama periode 2016 hingga 2023, total belanja APBN untuk aksi iklim tercatat mencapai Rp610,1 triliun atau rata-rata Rp76,3 triliun per tahun yang meliputi aksi mitigasi dan aksi adaptasi. Di antara sektor adaptasi, ketahanan air menjadi yang paling dominan dengan porsi mencapai 47,1%. Belanja ini mencakup pembangunan waduk, embung, dan irigasi untuk mendukung pertanian.

“Artinya berbagai K/L itu sudah melakukan belanja di berbagai sektor adaptasi, tapi mungkin tadi streamingnya untuk merasa oh itu bagian dari aksi adaptasi nasional. Nah ini yang mungkin belum terlalu disadari, tapi dari hasil penandaan kita, itu ternyata aksi adaptasi sudah dilakukan oleh berbagai K/L,” tutur Boby.

APBN juga mendukung pengendalian iklim di daerah melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Instrumen ini dinilai berperan penting dalam mendukung adaptasi di level subnasional.

“TKDD, transfer ke daerah dan dana desa ini, secara tidak langsung mendukung aksi adaptasi perubahan iklim di daerah. Berbagai macam bentuknya, instrumennya, di aka fisik, di aka non-fisik, insentif daerah, transfer fiskal berbasis ekologi dan sebagainya,” tambahnya.

Untuk memperluas akses pendanaan, Indonesia juga telah mengembangkan berbagai skema pembiayaan inovatif seperti Green Sukuk, SDG Bond, dan Blue Bond. “Green Sukuk, ini menggunakan skema syariah sukuk, tapi ini green. Ini Indonesia termasuk champion. Termasuk yang terakhir adalah yang dinamakan Blue Bond," tukasnya. 

Penandaan anggaran iklim juga dikembangkan ke tingkat daerah melalui Regional Climate Budget Tagging (RCBT). Dengan metode auto tagging, pemerintah daerah kini bisa lebih mudah mengidentifikasi program yang berkontribusi terhadap mitigasi dan adaptasi iklim.

“Kita mencoba ke level Pemprov, menggunakan namanya auto tagging. Artinya kata-kata kunci dalam Rincian Output itu kita masukkan dalam sistem dan sistemnya running. Jadi ini Regional Climate Budget Tagging RCBT di level provinsi,” jelasnya.

Sebagai contoh keberhasilan daerah, Boby menyebut Provinsi Jambi yang memperoleh skema result based payment dari World Bank melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Dalam jangka menengah, Kementerian Keuangan menawarkan berbagai opsi dukungan pendanaan untuk pengendalian iklim. Di antaranya, inisiatif Transfer Anggaran Berbasis Ekologi (TAPE/TIP), hibah daerah untuk konservasi, serta pembiayaan daerah melalui obligasi dan skema REDD+.

“Opsi pendanaan daerah itu lebih kreatif kalau kita bisa menciptakan Eko Wisata, kita mendapatkan PAD, penghasilan daerah dan sebagainya,” ucap Boby.

Sebagai National Designated Authority (NDA) dari Green Climate Fund (GCF), Kementerian Keuangan juga siap memfasilitasi proposal-proposal dari pemerintah daerah maupun mitra non-pemerintah. Boby menekankan pentingnya kesiapan proposal dan perluasan jumlah entitas nasional yang terakreditasi untuk mengakses dana global.(M-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |