
SEKRETARIS Jenderal Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo menyampaikan kekhawatirannya terkait kebijakan pemerintah yang membatasi layanan gratis ongkos kirim (ongkir).
Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah yang selama ini bergantung pada fasilitas tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“YLKI khawatir pembatasan layanan gratis ongkir akan mengurangi daya beli masyarakat dalam berbelanja online,” ungkap Rio kepada Media Indonesia, Minggu (18/5).
Dalam aturan Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial disebutkan, program gratis ongkir dibatasi selama tiga hari dalam satu bulan jika tarif berada di bawah biaya pokok.
Rio menegaskan dalam upaya menciptakan persaingan usaha yang sehat, pemerintah tidak hanya perlu fokus pada pengaturan harga, tetapi juga perlu turut mengawasi sejauh mana ketersediaan jasa ekspedisi di platform lokapasar telah merata.
"Apakah saat ini konsumen benar-benar memiliki pilihan layanan pengiriman yang cukup, atau justru masih terbatas. Ini yang perlu diawasi," ucapnya.
Persoalan mendasar
Menurutnya, pembatasan fitur gratis ongkir belum menjawab persoalan mendasar yang kerap dihadapi konsumen dalam layanan ekspedisi, seperti keterlambatan pengiriman, barang hilang atau rusak, serta proses klaim yang rumit. Padahal, isu-isu ini merupakan hal yang fundamental dan seharusnya menjadi perhatian pemerintah melalui regulasi bisnis proses yang adil dan berpihak pada konsumen.
YLKI turut menyoroti aturan penggantian barang hilang dalam pengiriman, yang saat ini hanya dibatasi maksimal 10 kali lipat dari ongkos kirim. Menurutnya, ketentuan tersebut tidak cukup melindungi hak konsumen.
"Ini seharusnya menjadi salah satu hal yang diperbaiki oleh pemerintah melalui revisi regulasi agar lebih berpihak pada konsumen," tegas Sekjen YLKI itu.
Rio pun menekankan pentingnya pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat terkait kebijakan ini, agar daya beli tetap terjaga dan tidak menimbulkan kebingungan atau resistensi di kalangan konsumen.
Tidak mengatur
Terpisah, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah menuturkan, Permen Komdigi No.8/2025 tidak mengatur atau membatasi promosi gratis ongkir yang dilakukan oleh e-commerce. Yang diatur adalah pemberian potongan harga ongkir oleh perusahaan kurir. Itu pun, hanya dalam konteks biaya yang berada di bawah struktur biaya operasional kurir.
"Yang kami atur adalah diskon biaya kirim yang diberikan langsung oleh kurir di aplikasi atau loket mereka, dan itu dibatasi maksimal tiga hari dalam sebulan,” jelasnya dalam keterangan resmi, Sabtu (17/5).
Menurut Edwin, kebijakan ini hadir bukan untuk membatasi konsumen atau pelaku usaha digital, tetapi untuk melindungi pekerja kurir dan memastikan mutu layanan pengiriman.
Dia menekankan potongan harga yang dibatasi adalah diskon yang berada di bawah ongkos nyata pengiriman, termasuk biaya kurir, angkutan antarkota, penyortiran, dan layanan penunjang lainnya.
Ekosistem sehat
Bila diskon semacam ini terjadi terus-menerus, dampaknya bisa serius. Seperti, para kurir akan dibayar rendah, perusahaan kurir merugi, dan layanan makin menurun.
“Kita ingin menciptakan ekosistem layanan pos yang sehat, berkelanjutan, dan adil. Kalau tarif terus ditekan tanpa kendali, maka kesejahteraan kurir yang jadi taruhannya. Ini yang ingin kita jaga bersama,” dalihnya.
Edwin menegaskan bahwa konsumen tetap bisa menikmati gratis ongkir setiap hari jika itu bagian dari strategi promosi dagang e-commerce.
“Kalau e-commerce memberikan subsidi ongkir sebagai bagian dari promosi, itu hak mereka sepenuhnya. Kami tidak mengatur hal tersebut,” tutup Edwin. (Ins/I-1)