Paus Fransiskus Wafat, Indonesia Kenang Jejak Damainya yang Masih Hangat

5 hours ago 2
Paus Fransiskus Wafat, Indonesia Kenang Jejak Damainya yang Masih Hangat Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia(Dok. Vatika news)

WAFATYA Paus Fransiskus pada Senin pagi waktu Vatikan mengguncang umat Katolik di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Duka terasa begitu dekat—sebab baru tujuh bulan lalu, Sang Paus hadir menyapa Nusantara dalam kunjungan bersejarahnya pada September 2024.

Kunjungan tersebut menjadi momen langka sekaligus bersejarah, mengingat Indonesia terakhir kali dikunjungi oleh Paus Yohanes Paulus II pada 1989. Paus Fransiskus menjadi pemimpin Gereja Katolik ketiga yang datang ke Tanah Air, menyusul jejak Paus Paulus VI (1970) dan Paus Yohanes Paulus II.

Selama lawatannya, Paus Fransiskus tidak hanya merayakan misa akbar di Jakarta yang dihadiri puluhan ribu umat dari seluruh penjuru negeri, tetapi juga menjalin dialog lintas iman. Pesan damai, persaudaraan, dan kesederhanaannya menjadi jejak yang masih membekas di benak banyak orang.

Kini, ketika Gereja Katolik memasuki masa Sede Vacante, Indonesia kembali mengenang kehadiran Sang Gembala dengan rasa kehilangan mendalam—seolah kunjungan beliau merupakan salam perpisahan terakhir.

Tradisi Kuno Dimulai: Menuju Pemilihan Paus Baru

Wafatnya Paus Fransiskus membuka rangkaian ritus panjang yang diwariskan selama berabad-abad, dimulai dari masa Sede Vacante hingga pemilihan Paus baru. Selama periode ini, urusan Vatikan akan dipegang oleh Camerlengo, jabatan yang kini diemban oleh Kardinal Kevin Farrell—ditunjuk langsung oleh Paus Fransiskus pada 2019.

Salah satu tugas awal camerlengo adalah memastikan kematian Paus, yang secara tradisional dilakukan dengan mengetuk dahi Paus tiga kali menggunakan palu kecil sembari menyebutkan nama lahirnya. Simbol kekuasaan Paus, Fisherman’s Ring, akan dihancurkan sebagai penanda resmi akhir masa jabatannya.

Pemakaman Sang Paus dan Reformasi dalam Simbol

Pemakaman Paus Fransiskus akan diatur melalui pertemuan para kardinal dalam general congregations, termasuk penetapan sembilan hari masa berkabung (novemdiales). Sesuai permintaannya, Paus akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore, bukan di bawah Basilika Santo Petrus seperti para pendahulunya.

Ia juga menolak tradisi penggunaan tiga peti mati berlapis, dan memilih peti sederhana dari kayu dan seng. Ini mencerminkan konsistensinya: pemimpin rohani, bukan penguasa dunia.

Conclave: Menanti "Habemus Papam"

Setelah masa berkabung, para kardinal di bawah usia 80 tahun akan memasuki conclave—prosesi pemilihan Paus yang digelar tertutup di Kapel Sistina. Pemungutan suara dilakukan dua kali pagi dan sore, hingga satu nama memperoleh dua pertiga suara.

Ketika Paus baru akhirnya terpilih, ia akan dibawa ke Ruang Air Mata (sala delle lacrime)—tempat pribadi untuk memaknai beratnya amanah—sebelum tampil di balkon Basilika Santo Petrus dan diumumkan kepada dunia:
"Habemus Papam!" — Kita memiliki Paus baru. (Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |