Pasar Panik, Saham Big Cap RI Kompak Ambruk

1 week ago 16
Pasar Panik, Saham Big Cap RI Kompak Ambruk Suasana pembukaan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025).(MI/Susanto)

PADA pembukaan perdagangan perdana usai libur panjang Lebaran 2025, saham-saham big cap atau saham kapitalisasi besar Indonesia kompak anjlok. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan Selasa, (8/4)  mengalami koreksi tajam sebesar 9,19% ke level 5.912,06 dan langsung dihentikan sementara (trading halt) selama 30 menit sesuai aturan Bursa Efek Indonesia. 

Analis pasar modal sekaligus founder Stocknow.id Hendra Wardana menuturkan, kejatuhan ini mencerminkan kepanikan pasar yang luar biasa pasca libur panjang Lebaran 2025. Indeks LQ45 yang berisi saham-saham unggulan pun ikut terpuruk 11,31% ke level 651,46.

"Saham-saham berkapitalisasi besar pun pada ambruk," ujar Hendra dalam keterangannya, Selasa (8/4).

Saham big cap yang anjlok antara lain  PT Bank Central Asia Tbk atau BBCA yang turun 12,94%, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) yang minus 14,94%, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BBNI yang ambruk 13,21%, dan PT Astra International Tbk. (ASII) yang turun 3,46%. 

"Penurunan ini sangat dalam karena seluruh sentimen negatif global yang menumpuk selama libur langsung dicerminkan dalam satu sesi perdagangan," jelas Hendra.

Ia berpandangan faktor utama yang memicu aksi jual besar-besaran ini adalah pengumuman kebijakan tarif dagang baru dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif hingga 32% terhadap sejumlah produk dari negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Meskipun secara proporsi ekspor ke AS hanya sekitar 9,9% dari total ekspor Indonesia, pasar meresponsnya secara berlebihan karena sentimen ini menyiratkan ketegangan dagang global yang kembali meningkat, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia, serta gangguan rantai pasok. 

"Ketiadaan reaksi cepat dari pemerintah RI sebelum pasar dibuka juga membuat pelaku pasar kehilangan kepercayaan," imbuh Hendra.

Meski demikian, di balik tekanan ini terdapat sejumlah peluang dan sisi positif yang patut diperhatikan. Tekanan perang dagang menyebabkan harga minyak dunia turun hingga 21%, yang justru menguntungkan Indonesia sebagai negara importir migas karena dapat menghemat hingga USD 4 miliar. Selain itu, yield US Treasury atau obligasi pemerintah AS yang turun mendorong arus modal ke negara berkembang, membuka peluang bagi pasar obligasi Indonesia untuk menguat. 

Secara teknikal, Hendra memperkirakan IHSG memiliki support kuat di area 5.800 yang menjadi batas psikologis dan teknikal penting, sementara resistance terdekat berada di level 6.000. Setelah trading halt, biasanya kepanikan sedikit mereda dan pelaku pasar mulai rasional sehingga potensi technical rebound bisa terjadi. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |