
PENGAMAT Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menuturkan, pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum tertata secara baik dari sektor anggaran, pola kolaborasi, kebijakan teknis, pelaksanaan, hingga pengawasan.
Menurutnya, segala informasi mengenai program MBG yang tertutup untuk publik kerap menimbulkan salah persepsi. Trubus menilai pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) harus segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG.
“Pemerintah harusnya transparan kepada masyarakat terkait tata kelola implementasi MBG, termasuk memberikan informasi yang benar mengenai pembiayaan, pola kerjasama, sampai teknis pelaksanaan agar tidak terjadi salah persepsi di masyarakat,” kata Trubus kepada Media Indonesia pada Minggu (9/3).
Trubus mengatakan pemerintah sejak awal mengumumkan kepada publik bahwa anggaran yang disediakan untuk program MBG adalah Rp 10 ribu per anak untuk setiap jenjang. Jika setelah pelaksanaannya selama 2 bulan terjadi perubahan anggaran Rp 8 ribu per anak untuk siswa PAUD sampai kelas tiga sekolah dasar (SD), lumrah jika muncul anggapan adanya indikasi fraud.
“Anggaran program MBG ini sudah ditetapkan dalam APBN, saat awal peluncuran Presiden mengatakan anggaran per anak Rp 10 ribu, tak ada spesifikasi harga Rp 8 ribu tertentu untuk jenjang pendidikan tertentu. Jadi wajar jika ada laporan ke KPK mengenai potensi fraud,” jelasnya.
Minim Tranparansi
Trubus menilai, kebijakan publik yang baik harus dirumuskan melalui perencanaan yang matang dan transparan. Namun menurutnya, MBG terkesan dipaksakan berjalan dengan perencanaan dalam waktu singkat, minim transparansi informasi dan pelibatan stakeholders maupun publik.
“Makanya ada miss komunikasi terkait besaran harga MBG per anak, hal-hal teknis seharusnya bisa dikelola dengan baik, dikomunikasikan secara transparan, dibuka ke publik. Tapi justru MBG ini terkesan ditutupi, larangan mempublikasikan akan menjadi kombinasi jitu untuk menghabiskan anggaran dan membuka peluang besar terjadinya korupsi,” tukasnya.
Selain itu, Trubus mendorong agar Presiden lewat tim komunikasinya dapat memperjelas program MBG kepada publik khususnya mengenai mekanisme pengadaan bahan pangan, kemasan makanan, ahli gizi, juru masak, distributor ke penerima manfaat, dan hal lainnya yang terkait.
“Prabowo mengatakan program MBG ini diharapkan bisa berdampak bagi ekonomi masyarakat sekitar, tapi nyatanya justru pengadaan MBG menggunakan sistem catering. Ini yang harus diluruskan, dievaluasi total. Apalagi ada MBG yang membuat murid keracunan, makanan basi dan sebagainya itu Presiden harus turun tangan evaluasi berkala,” ungkapnya.
Menurut Trubus, transparansi jadi kunci utama dalam menjalankan kebijakan publik. Ia menilai, tertutupnya informasi pengadaan MBG akan berdampak pada kualitas makanan yang diterima penerima manfaat, dan tidak terserapnya bahan pangan lokal hingga terjadinya potensi fraud dan kesalahpahaman publik.
“BGN dan pemerintah daerah sebagai pelaksana program harus mempublikasikan rincian anggaran secara terbuka, termasuk perhitungan anggaran yang jelas untuk setiap pos dan sumber alokasi anggaran, serta memastikan bahwa penggunaan anggaran tepat sasaran,” pungkasnya.
Celah korupsi
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan ada celah korupsi di program MBG. Permainan tersebut dapat terjadi dalam penunjukkan satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) alias dapur makan bergizi gratis (MBG).
“Ada yang mendapat perlakuan khusus dalam penentuan SPPG atau pihak-pihak yang menjadi dapur, termasuk pembangunan fisiknya dan bahan bakunya,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Jakarta, dikutip Minggu (8/3).
Selain itu, dia juga menyampaikan adanya informasi terkait dugaan pengurangan harga nilai makanan yang tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan.
“Kami sudah menerima laporan adanya pengurangan makanan yang seharusnya diterima senilai Rp10.000, tetapi yang diterima hanya Rp8.000. Ini harus jadi perhatian karena berimbas pada kualitas makanan,” tutur dia mengungkapkan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan harga bahan baku untuk program MBG memiliki perbedaan pada setiap tingkatan atau jenjang pendidikan.
Dadan menjelaskan pagu anggaran bahan baku MBG untuk jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Dasar (SD) kelas 3 yakni sebesar Rp8 ribu per anak. Sedangkan, tingkatan lainnya yakni Rp10 Ribu.
“Tidak ada hal itu (fraud). KPK belum mendapat informasi bahwa pagu bahan baku itu beda antara Siswa PAUD sampai SD kelas 3 Rp8 ribu, sedangkan siswa di atasnya sebesar Rp10 Ribu,” ujar Dadan. (H-2)