
PAKAR Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan ketimpangan relasi kuasa menjadi salah satu penyebab munculnya kejahatan seksual khususnya di dalam institusi pendidikan. Menurutnya, penegakan hukum tanpa tebang pilih pada pelaku pelecehan menjadi cara ampuh menekan risiko tersebut.
Fickar mengatakan implementasi hukuman pidana bagi pelaku kekerasan seksual di Indonesia cukup kompleks dan bervariasi, tergantung jenis dan tingkat keparahan perbuatannya. Atas dasar itu, dibutuhkan pembuktian yang akurat terkait penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual.
“Peradilan pidana membutuhkan pembuktian yang akurat, atas dasar itu dalam kasus-kasus kekerasan seksual di samping pembuktian dan keterangan tersangka, juga dibutuhkan keterangan saksi korban yang akurat,” katanya kepada Media Indonesia pada Minggu (13/4).
Menurut Fickar, pembuktian tersebut juga harus diperkuat dengan keterangan para ahli dengan memberikan masukan agar penegakan hukum dapat ditegakkan. Ia menilai pembuktian dalam kasus kekerasan seksual sering kali menjadi sukar sehingga membuat pelaku mampu terlepas dari jeratan hukum.
“Akurasi keterangan saksi korban ini tidak cukup hanya dengan keterangan saja, tetapi juga harus didukung oleh keterangan ahli di bidangnya, sehingga keterangan korban menjadi kuat sebagai dasar pembuktian atas terjadinya pelecehan seksual,” ungkapnya.
Fickar menuturkan bahwa keterangan saksi korban dan keterangan ahli selain pengajuan tersangka, menjadi kunci penting untuk membawa kasus ini ke peradilan untuk menegakkan keadilan bagi korban dan menghukum pelaku.
Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran dan keamanan sosial serta mengatasi hambatan dalam pembuktian kasus kekerasan seksual, Fickar menilai pemerintah harus melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual kepada masyarakat hingga memperbanyak pemasangan kamera CCTV.
“Ke depan setiap ruang misalnya di tempat kerja seperti rumah sakit dan kampus harus dipasang CCTV agar setiap gerak-gerik profesi apapun bisa terkontrol,” jelasnya.
Kendati demikian, Fickar menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual sudah seharusnya diproses secara hukum pidana, jangan hanya diberikan sanksi administrasi seperti diberhentikan dan pencabutan izin praktek dan bekerja.
“Proses pidana wajib diteruskan agar bisa menimbulkan efek jera tidak hanya bagi pelaku juga tapi bagi para calon-calon pelaku yang berpotensi nekat melakukan kekerasan seksual,” pungkasnya. (Dev/M-3)