
Pengamat pertambangan Ferdi Hasiman menilai aktivitas tambang nikel yang dijalankan PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dia menjelaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWPPK) tidak secara mutlak melarang pertambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Namun, MK dalam beberapa putusannya, seperti Putusan MK No. 3/PUU-VIII/2010 dan juga Putusan MK No. 51/PUU-XII/2014, menekankan pentingnya perlindungan terhadap ekosistem pesisir dan hak-hak masyarakat pesisir, serta menyatakan bahwa segala kegiatan, termasuk pertambangan, harus tunduk pada prinsip keberlanjutan dan keadilan ekologis.
“MK mengakui potensi ekonomi pulau-pulau kecil sebagai pilar pengembangan nasional, namun menuntut pengelolaan yang proporsional dan berkelanjutan,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Rabu (11/6).
Selain itu, Ferdi menuturkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2011-2030 menetapkan Pulau Gag sebagai kawasan peruntukan pertambangan mineral (Pasal 33 ayat 2 huruf a). Dengan luas wilayah lindung 6.069 hektare (ha), zonasi ini dikatakan memberikan semua kegiatan pertambangan berjalan sesuai peta kesesuaian dan diawasi ketat pemerintah daerah.
Lebih jauh, Ferdi menyampaikan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja pasal 372 mengatur kuota persetujuan penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan mineral pada pulau yang termasuk pulau kecil maksimal 10% dari luas total kawasan hutan produksi dan hutan lindung.
"Ketentuan ini menjamin Gag Nikel beroperasi dalam batas kuota minimal, sehingga potensi dampak ekologis dapat diminimalisir," tegas Ferdi.
Di samping itu, izin Kontrak Karya PT GAG Nikel telah terbit sejak 1998, jauh sebelum diberlakukannya UU No. 1/2014. Luas bukaan lahan operasional sebesar 190 ha dari total 6.069 ha kawasan lindung dan produksi, setara sekitar 3,17%, jauh di bawah ambang batas yang disyaratkan.
Lebih lanjut, Ferdi menyebut hasil pengawasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak menemukan temuan signifikan terkait kerusakan lingkungan.
"Perusahaan menjalankan kegiatan pertambangan hanya pada area yang tidak melebihi 10% kuota penggunaan kawasan hutan kecil, sesuai ketentuan Pasal 372 UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja," tandasnya. (E-3)